Sabtu, 08 Oktober 2011

ASKEP GAGAL JANTUNG

FISIOLOGI
1. Jantung
             Jantung merupakan sebuah organ muskuler berongga yang terdiri dari otot-otot. Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena jika dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang, dan cara kerjanya dipengaruhi oleh susunan saraf otonom atau diluar kemauan kita.
Bentuk jantung menyerupai jantung pisang bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) yang disebut juga basis kordis, disebelah bawah agak runcing yang disebut apeks cordis. Jantung terletak dirongga dada sebelah depan (cavum mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas diafragma, dan pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara costa V dan VI, dua jari dibawah papila mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut iktuscordis. Ukuran jantung + sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250 – 300 gram.
2. Lapisan Jantung
(Menurut Syaifiuddin 2006 hal, 122) lapisan jantung terdiri dari 3 lapisan:
a. Perikardium
Lapisan ini merupakan lapisan terluar dari jantung yang merupakan selaput pembungkus, yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan parietal dan viseral yang bertemu di pangkal jantung membentuk kantung jantung.
b. Miokardium
Lapisan ini merupakan lapisan inti dari jantung yang terdiri dari otot-otot jantung, otot jantung ini membentuk bundalan-bundalan otot yaitu :
1) Bundalan otot atria, yang terdapat dibagian kiri atau kanan dari basis cordis yang membentuk serambi atau aurikula cordis.
2) Bundalan otot ventrikel, yang membentuk bilik jantung, yang dimulai dari cincin atrio ventikuler sampai di apeks jantung.
3) Bundalan otot atrio ventrikuler, merupakan dinding pemisah antara serambi dan bilik jantung.
c. Endokardium
Merupakan lapisan jantung yang terdapat disebelah dalam yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lendir yang melapisi permukaan rongga jantung.
3. Ruang Jantung
( Menurut John Gibson 2002 hal, 98), ruang jantung terbagi atas :
a. Atrium Kanan
Berfungsi sebagai penyimpan darah yang berasal dari vena cava superior dan inferior dan penyalur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik kedalam ventrikel kanan kemudian ke paru-paru.
b. Ventrikel Kanan
Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit yang unik guna menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup untuk mengalirkan darah kedalam arteri pulmonalis.
c. Atrium Kiri
Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenisasi dari paru-paru melalui vena pulmonalis.

d. Ventrikel kiri
Ventrikel kiri meghasilkan tekanan yang tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sistemik dan mempertahankan aliran darah ke jaringan perifer.
4. Katup-katup Jantung
Katup jantung berfungsi mempertahankan aliran darah searah melaui bilik-bilik jantung. Ada 2 jenis katup jantung yaitu katup atrioventrikularis (katup AV) yang memisahkan atrium dengan ventrikel, dan katup semilunaris yang memisahkan arteri pulmonalis dan aorta dari ventrikel yang bersangkutan. Katup-katup ini membuka dan menutup secara pasif, menanggapi perubahan tekanan dan volume dalam bilik-bilik jantung dari pembuluh darah.
a. Katup Atrioventrikularis
Katup ini terbagai atas 2 katup yaitu :
1) Katup trikuspidalis
Terletak diantara atrium kanan dan ventrikel kanan, yang berfungsi sebagai penerima suplai darah dari atrium kanan dan menyalurkan ke ventrikel kanan.
2) Katup bikuspidalis atau mitral
Terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri, berfungsi sebagai penerima suplai darah yang kaya O2 dari atrium kiri kemudian dialirkan ke ventrikel kiri.

b. Katup Semilunaris
Terdiri dari 2 katup yaitu :
1) Katup pulmonalis
Terletak antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis, berfungsi mengalirkan darah ke paru-paru.
2) Katup aorta
Terletak antara ventrikel kiri dan aorta, berfungsi mengalirkan darah ke seluruh tubuh.
5. Pembuluh darah
Menurut Moore (2002), dalam sistem kardiovaskuler terdapat pembuluh darah, yaitu:
a. Arteri koronariaia
Arteri koronaria membawa darah dari jantung dan mengedarkannya kedalam seluruh tubuh
b. Arteri pulmonalis
Arteri pulmonalis yang membawa darah dari ventrikel kanan ke paru- paru
c. Vena pulmonalis
Vena pulmonalis adalah saluran yang membawa darah kaya oksigen dari paru- paru ke atrium kiri


d. Vena cava superior
Vena cava superior merupakan satu dari dua vena utama yang membawa darah rendah oksigen dari seluruh tubuh ke jantung
e. Vena cava inferior
Vena-vena dari kaki dan tubuh bagian bawah menuju vena cava yang berakhir pada atrium kanan.
6. Sirkulasi Jantung
Gerakan jantung berasal dari nodus sinus arterial, kemudian kedua atrium berkontraksi, gelombang kontraksi ini bergerak melalui berkas his, dan kemudian ventrikel berkontraksi. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontraksi atas sistol dan pengendoran atau diastol. Kontraksi kedua atrium terjadi serentak dan disebut sistol atrial, pengendorannya adalah diastol atrial.
7. Sirkulasi darah Jantung
a. Peredaran darah besar
Darah meninggalkan ventrikel kiri jantung melalui aorta , aorta ini bercabang menjadi arteri lebih kecil yang mengantarkan darah ke berbagai bagian tubuh. Arteri ini bercabang dan beranting lebih kecil hingga sampai ke arteriola, arteri-arteri ini memiliki dinding yang sangat berotot yang menyempitkan salurannya dan menhan aliran darah. Fungsinya adalah mempertahan kan tekanan darah arteri dan dengan jalan mengubah ukuran saluran dan mengatur aliran darah dalam kapiler, kemudian kapiler ini bergabung dan membentuk pemuluh lebih besar yang disebut venula, yang kemudian bersatu menjadi vena untuk mengantarkan darah kembali ke jantung, semua vena bersatu hingga membentuk 2 batang vena yaitu vena kava inferior dan superior (Evelin C Pearce 2005, hal 128).
b. Peredaran darah kecil
Darah masuk melalui vena kava inferior dan vena kava superior ke ventrikel kanan yang berkontraksi dan memompo ke dalam arteri pulmonalis untuk dihantarkan ke dalam paru-paru kiri dan kanan, didalam paru-paru setiap arteri membelah menjadi arteriola dan akhirnya menjadi kapiler pulmonal yang mengitari alveoli didalam jaringan paru-paru untuk memungut oksigendan melepaskan karbondioksida, kemusian kapiler pulmonal bergabung menjadi vena dan darah dikembalikan ke jantung oleh vena pulmonalis. Dan darahnya dimasukan kedalam atrium kiri dan ventrikel kiti berkontraksi dan darha dapat dipompa masuk kedalam aorta kemudian dialirkan keseluruh tubuh secara sistemik (Evelin C Pearce 2005, hal 128).
8. Curah Jantung
Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri dan ventrikel kanan sama besarnya bila tidak demikian maka akan terjadi penimbunan darah di tempat tertentu, misalnya bila jumlah darah yang dipompakan ventrikel kanan lebih besar dari ventrikel kiri maka jumlah darah tidak dapat diteruskan oleh ventrikel kiri ke peredaran darah sistemik sehingga terjadi penimbunan darah di peru-paru.
Jumlah yang dipompakan ventrikel dalam satu menit disebut curah jantung dan jumlah darah yang dipompakan ventrikel pada setiap kali sistol disebut isi sekuncup. Dengan demikian curah jantung sama dengan sekuncup frekuensinya denyut jantung per menit. Secara normal pada setiap sistol ventrikel tidak terjadi pengosongan total dari ventrikel, hanya sebagian dari isi ventrikel yang dikeluarkan. Curah jantung pada pria dewasa dalam keadaan istirahat + 5 liter dan dapat turun atau naik pada berbagai keadaan.
9. Bunyi Jantung
(Menurut Jhon Gibson 2002, hal 108) bunyi jantung dibedakan atas :
a. Bunyi jantung pertama (S1)
Bunyi “lub” bunyi ini dihasilkan oleh tegangan mendadak katub mitralis dan trikuspidalis pada permulaan sistole ventrikel.
b. Bunyi jantung kedua (S2)
Bunyi “dup” bunyi ini dihasilkan oleh getaran yang disebabkan oleh penutupan katubaorta dan pulmonalis.
c. Bunyi jantung ketiga (S3)
Bunyi S3 terjadi bila pengisian darah ke ventrikel terhambat selama diastolik, seperti terjadi pada berbagai keadaan penyakit, maka akan terjadi getarana sementara pada saat diastolik, serupa dengan bunyi janung S1 dan S2 meskipun halus. Maka bunyi jantung menjadi triplet dan menimbulkan efek akustik seperti gallop kuda sehingga disebut gallop
d. Bunyi jantung ke empat (S4)
Bunyi S4 adalah bunyi berisik yang terdengar ketika terjadi tuberlensi dalam darah yang mengalir kedalam jantung. Arus darah yang normal pada jantung adalah jika tidak terdengar

B. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. ( Faqih Ruhyanudin, 2006).
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.( Brunner & Suddarth.2001).
Congestif Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi ketidakcukupan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, baik pada saat istirahat maupun aktifitas. (T.M Marelli, 2007)
2. Etiologi
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi
b. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
c. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan afterload)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load
f. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (missal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung
3. Patofisiologi
Jantung yang normal dapat berespon terhadap peningkatan kebutuhan metabolisme dengan menggunakan mekanisme kompensasi yang bervariasi untuk mempertahankan kardiak output, yaitu meliputi :
a. Respon system saraf simpatis terhadap barroreseptor atau kemoreseptor
b. Pengencangan dan pelebaran otot jantung untuk menyesuaikan terhadap peningkatan volume
c. Vaskontriksi arteri renal dan aktivasi system rennin angiotensin
d. Respon terhadap serum sodium dan regulasi Anti Diuretik Hormon (ADH) dan reabsorbsi terhadap cairan
Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh adanya volume darah sirkulasi yang dipompakan untuk melawan peningkatan resistensi vaskuler oleh pengencangan jantung. Kecepatan jantung memperpendek waktu pengisian ventrikel dari arteri coronaria. Menurunnya COP dan menyebabkan oksigenasi yang tidak adekuat ke miokardium. Peningkatan dinding akibat dilatasi menyebabkan peningkatan tuntutan oksigen dan pembesaran jantung (hipertrophi) terutama pada jantung iskemik atau kerusakan yang menyebabkan kegagalan mekanisme pemompaan.
4. Manifestasi Klinis
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler, kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
Gagal Jantung Kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang dating dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
a. Dispnea,
b. Batuk
c. Mudah lelah,
d. Kegelisahan atau kecemasan
Gagal jantung Kanan :
a. Kongestif jaringan perifer dan visceral
b. Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema pitting, penambahan BB
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
d. Anoreksia dan mual
e. Nokturia
f. kelemahan
Menurut Brunner & Suddath 2002, New York Heart Association (NYHA), membuat klasifikasi fungsional klien gagal jantung ke dalam 4 kelas yaitu :
a. Kelas 1 : Bila klien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan
b. Kelas 2 : Bila klien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktifitas sehari-hari
c. Kelas 3 : Bila klien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan
d. Kelas 4 : Bila klien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah baring.
5. Komplikasi
Menurut patric davay (2005), komplikasi gagal jantung kongestif adalah sebagai berikut :
a. Efusi pleura: di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler. Transudasi cairan terjadi dari kapiler masuk ke dalam ruang pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus bawah darah.
b. Aritmia: pasien dengan gagal jntung kongestif mempunyai risiko untuk mengalami aritmia, biasanya disebabkan karena tachiaritmias ventrikuler yang akhirnya menyebabkan kematian mendadak.
c. Trombus ventrikuler kiri: pada gagal jntung kongestif akut dan kronik, pembesaran ventrikel kiri dan penurunan kardiac output beradaptasi terhadap adanya pembentukan thrombus pada ventrikel kiri. Ketika thrombus terbentuk, maka mengurangi kontraktilitas dari ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen dan lebih jauh gangguan perfusi. Pembentukan emboli dari thrombus dapat terjadi dan dapat disebabkan dari Cerebrivaskular accident (CVA)
d. Hepatomegali: karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga menyebabkan perubahan fungsi hati. Kematian sel hati, terjadi fibrosis dan akhirnya sirosis.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges (1999), pemeriksaan diagnostik gagal jantung kongestif adalah:
a. EKG, hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan pola mungkin terlihat. Distrimia, misalnya takikardia, fibrasi atrial, kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukan adanya aneurisme ventrikuler (dapat menyebabkan gagal/disfungsi jantung)
b. Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram doople) : dapat menunjukan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontratilitas ventrikuler.
c. Scan jantung : tindakan penyuntikan fraksi dan mempekirakan gerakan dinding.
d. Katerisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan versus kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi. Juga mengkaji patensi arteri koroner. Zat kontras disuntikan kedalam ventrikel menunjukan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas.
e. Rontgen dada : dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/hipertorfi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal.
f. Enzim hepar : meningkatkan dalam gagal/kongesti hepar.
g. Elektrolit : mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik.
h. Oksimetri nadi : saturasi oksigen mungkin rendah, terutama GJK akut memperbutuk PPOM atau GJK kronis.
i. AGD (Analisa Gas Darah) : gagal ventrikel kiri di tandai dengan alkalosis respiratorik ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
j. BUN, kreatinin : peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginja
k. Albumin/transferin serum : mungkin menurun sebagai akibat penurunan pemasukan protein atau penurunan sintesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti.
l. Kecepatan sedimentasi (ESR) : mungkin meningkat, menandakan reaksi inflamasi akut
m. Pemeriksaan tiroid : penigkatan aktifitas tiroid menunjukan hiperaktifitas tiroid sebagai pre-pencetus GJK
7. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung kongestif adalah sebagai berikut :
a. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-bahan farmakologis
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik, diet dan istrirahat
Terapi Farmakologis :
a. Glikosida jantung
Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasillkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diurisi dan mengurangi oedema.
b. Terapi diuretic diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia
c. Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadasi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.

C. Asuhan Keperawatan Teoritis Klien Gagal jantung kongestif
Untuk melaksanakan asuhan keperawatan secara teoritis penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan, teori dan konsep keperawatan di implementasikan secara terpadu dalam tahapan yang terorganisir yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan perencanaan, tindakan dan evaluasi. (Doengoes, 1999, hal 52)
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, dispsnea pada istirahat atau pada pengerahan tenaga.
Tanda : gelisah, perubahan status mental, tanda vital berubah pada aktivitas
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit katup jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen, “sabuk terlalu ketat” (pada gagal bagian kanan)
Tanda : TD : mungkin rendah (gagal pemompaan) normal (GJK tingan atau kronis), atau tinggi (kelebihan beban cairan). Tekanan nadi: mungkin sempit, menunjukan penurunan volume sekuncup. Frekuensi jantung : takikardia (gagal jantung kiri). Irama jantung: distrimia, misalnya fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel prematur/takikardia, blok jantung. Bunyi jantung : S3 (gallop) adalah diagnostik : S4 dapat terjadi : S1 dan S2 mungkin melemah. Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya stenosis katup atau insufisiensi. Nadi : nadi perifer berkurang : perubahan dalam kekuatan denyutan dapat terjadi : nadi sentral mungkin kuat misalnya nadi jugularis, karotis, abdominal terlihat. Warna : kebiruan, pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat. Hepar : pembesaran / dapat teraba reflek hepatojugularis. Bunyi napas : krekels, ronchi. Edema : mungkin dependen, umum, atau pitting khususnya pada ekstrimitas.
c. Integritas Ego
Gejala : ansietas, kuatir, takut, stres yang berhubungan dengan penyakit/keprihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis).
Tanda : berbagai manifestasi prilaku, misalnya ansietas, marah, ketakutan, mudah tersinggung.
d. Eliminasi
Gejala : penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
e. Makanan/Cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstrimitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah di proses, lemak, gula dan kafein, penggunaan diuretik.
Tanda : penambahan berat badan cepat, distensi abdomen, (asites) edema (umum, dependen, tekanan, pitting)
f. Hygiene
Gejala : keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktifitas perawatan diri
Tanda : penampilan menandakan kelalian perawtan personal

g. Neurosensori
Gejala : kelemahan, pening, episode pingsan
Tanda : letargi, kusut pikir, disorientasi, perubahan prilaku, mudah tersinggung
h. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas, sakit
Tanda : tidak senang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri), perilaku melindungi diri
i. Pernapasan
Gejala : dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk, atau dengan beberapa bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit paru kronis, penggunaan bantuan pernapasan, misalnya oksigen atau medikasi
Tanda : pernapasan : takipnea, napas dangkal, pernapasan labored, penggunaan otot aksesori pernapasan, nasal flaring. Baruk : kering/nyaring/nonproduktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pembentukan sputum. Sputum : mungkin bersemu darah merah muda/berbuih (edema pulmunal). Bunyi nafas : mungkin tidak terdengar, dengan krakles basilar dan mengi. Fungsi mental : mungkin menurun letargi, kegelisahan. Warna kulit : pucat atau sianosis.
j. Keamanan
Gejala : perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan/tonus otot, kulit lecet.
k. Interaksi sosial
Gejala : penurunan keikutsertaan dalam aktifitas sosial yang biasa di lakukan.
l. Pembelajaran/pengajaran
Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya penyekat saluran kalsium
Tanda : bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardia/perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama, konduksi listrik, perubahan struktural (mis, kelainan katup, aneurisme ventrikular)
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung) meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
d. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapier-alviolus, contoh pengumpulan perpindahan cairan kedalam area interstisial/alveoli
e. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema, penurunan perfusi jaringan
f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung.
3. Intervensi keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardia/perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama, konduksi listrik, perubahan struktural (mis, kelainan katup, aneurisme ventrikular)
Tujuan tindakan keperawatan:
1) Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang)
2) Melaporkan penurunan episode dipsnea, angina.
3) Ikut serta dalam aktifitas yang dapat mengurangi beban kerja jantung.


Intervensi keperawatan:
1) Auskultasi nadi apikal; kaji frekuensi, irama jantung, (dokumentasikan disritmiabila terjadi telemetri).
2) Catat bunyi jantung
3) Palpasi nadi perifer
4) Pantau tekanan darah
5) Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
6) Pantau haluaran urine, catat pengeluaran haluaran dan kepekatan/ konsentrasi urine.
7) Kaji perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung, disorientasi, cemas dan depresi.
8) Berikan istirahat semi rekumben pada tempat tidur atau kursi. Kaji pemeriksaan fisik sesuai indikasi.
9) Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan tenang: menjelaskan manajenen medik/keperawatan; membantu klien menghindari situasi stres, mendengar/berespon terhadap ekspresi perasaan/takut.
10) Berikan pispot disamping tempat tidur. Hindari aktifitas respons valsava, contoh mengejan selama defekasi, menahan napas selama perubahan posisi.
11) Tinggikan kaki, hindari tekanan pada bawah lutut. Dorong olah raga aktif/pasif. Tingkatkan ambulasi/aktifitas sesuai toleransi.
12) Periksa nyeri tekan betis, menurunnya nadi pedal, pembengkakan, kemerahan lokal atau pucat pada ekstrimitas.
13) Jangan beri preparat digitalis dan laporkan dokter bila perubahan nyata terjadi pada frekuensi jantung atau irama atau tanda toksisitas digitalis.
14) Berikan oksigen tambahan dengan kanul nasal/masker sesuai indikasi
15) Berikan obat sesuai indikasi:
a) Diuretik, contoh furosemid (lasix) : asam elekrenik, contoh (edecrin); bumetanid (burmex) ; spironolacton (aldacton)
b) .Vasodilator, contoh nitrat (nitro-dur, isodril) ; arteriodilator, contoh hodrazalin (Apresolin) ; kombinasi obat, contoh prazosin(Minipres)
c) Digoksin( lanoxin)
d) Captopril (capoten); lisinopril (prinivil) ; elanapril (vasotec)
e) .Murfin sulfat
f) Tranquilizer/ sedatif
16) Antikoagulan, contoh heparin dosis rendah, warvarin (caumadin)
17) Pemberian cairan cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai indikasi.
18) Pantau / ganti elektrolit
19) Pantau seri EKG dan perubahan foto dada
20) Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, kreatinin
21) Pemeriksaan fungsi hati (AST,LDH)
22) Pemeriksaan koagulasi
23) Siapkan untuk insersi/ mempertahankan alat pacu jantung bila diindikasikan.
24) Siapkan pembedahan sesuai indikasi

b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen / kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama / immobilisasi.
Tujuan tindakan keperawatan :
1) Berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan
2) Mencapai peningkatan toleransi aktifitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan dan tanda vital dibawah normal selama aktifitas.
Intervensi keperawatan :
(1) Periksa tanda vitl sebelum dan segera setelah aktifitas, khususnya bila pasien menggunakan vasodilator, diuretik, penyekat beta.
(2) Catat respon kardiopulmonal terhadap aktifitas, catat takikardi, disritmia, dipsnea, berkeringat dan pucat.
(3) Kaji respiratorik/penyebab kelemahan contoh penbobatan, nyeri, obat
(4) Evaluasi peningkatan intoleransi aktifitas
(5) Berikan bantuan dalam aktifitas perawatan diri sesuai in dikasi. Selingi periode aktifitas dengan periode istirahat.
(6) Implementasikan program rehabilitasi jantung/aktifitas.
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung) meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium / air.
Tujuan tindakan keperawatana:
1) Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/ jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil, dan tidak ada edema.
2) Menyatakan pemahaman tentang/ pembatasan cairan individu
Intervensi Keperawatan :
(1) Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari dimana diurisis terjadi
(2) Pantau / hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam
(3) Pertahankan duduk atau tirah baring, dengan posisi semi fowler selama fase akut
(4) Buat jadwal pemasukan cairan, di gabung dengan keinginan minum bila mungkin. Berikan perawatan mulut /es batu sebagai bagian dari kebutuhan cairan.
(5) Timbang berat badan setiap hari.
(6) Kaji distensi leher dan pembuluh darah perifer. Lihat area tubuh dependen untuk edema dengan / tanpa pitting, catat adanya edema tubuh umum (anasarka).
(7) Ubah posisi dengan sering, tinggikan kaki bila duduk, lihat permukaan kulit, pertahankan tetap kering dan berikan bantalan sesuai indikasi.
(8) Auskultasi bunyi napas, catat penurunan dan/atau bunyi tambahan, contoh krekels, mengi. Catat adanya peningkatan dispnea, takipnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, batuk perresisten.
(9) Selidiki keluhan dipsnea ekstream tiba- tiba, kebutuhan untuk bangan dari duduk, sensasi sulit bernapas, rasa panik atau ruangan sempit
(10) Pantau TD dan CVP (Central Vena Pressure) bila ada.
(11) Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen, konstipasi.
(12) Berikan makanan mudah dicerna.
(13) Ukur lingkaran abdomen sesuai indikasi.
(14) Dorong untuk menyatakan perasaan sehungan dengan pembatasan.
(15) Palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas/ nyeri tekan.
(16) Catat peningkatan letergi, hipotensi, kram otot.
(17) Pemberian obat sesuai indikasi
(18) Mempertahankan cairan/ pembatasan natrium sesuai indikasi.
(19) Konsul dengan ahli diet.
(20) Pantau foto thorak.
(21) Kaji dengan tournikuet rotasi/ flebotomi, dialisis, dan ultrafiltrasi sesuai indikasi.
d. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler- alveolus, contoh pengumpulan perpindahan cairan ke dalam area interstisial/ alveoli.
Tujuan Tindakan keperawatan:
1) Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA/ oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
2) Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Intervensi keperawatan :
1) Auskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi.
2) Anjurkan pasien batuk efektif, napas dalam
3) Dorong perubahan posisi sering
4) Pertahankan duduk di kursi/tirah baring dengan kepala tempat tidur tinggi 20-30 derajat, posisi semi fowler. Sokong tangan dengan bantal
5) Pantau/gambaran seri GDA, nadi oksimetri
6) Berikan tanbahan oksigen sesuai indikasi
7) Berikan obat sesuai indikasi

e. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema; penurunan perfusi jaringan.
Tujuan tindakan keperawatan :
1) Mempertahankan integritas kulit
2) Mendenonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi keperawatan:
1) Lihat kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan / kurus.
2) Pijat area kemerahan atau yang memutih.
3) Ubah posisi sering di tempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak aktif/pasif.
4) Berikan perawatan kulit sering, meminimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
5) Periksa sepatu kesempitan/sandal dan ubah sesuai kebutuhan.
6) Hindari obat intramuskuler.
7) Berikan tekanan altenatif/ kasur, kulit domba, perlindungan siku/tumit.

f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal.


Tujuan Intervensi keperawatan :
1) Mengindentifikasi hubungan terapi (program pengobatan) untuk menurunkan episode berukang dan mencegah kompliksi.
2) Menyatakan tanda / gejala yang memerlukan intervensi yang cepat.
3) Mengindentifikasi strees pribadi / faktor risiko dan beberapa teknik untuk menangani.
4) Melakukan perubahan pola hidup perilaku yang perlu.
Intervensi Keperawatan:
1) Diskusikan fungsi jantung normal.
2) Kuatkan rasional pengobatan
3) Diskusikan pentingnya menjadi seaktif mungkin tanpa menjadi kelelahan, dan istirahat diantara aktifitas.
4) Diskusikan pentingnya pembatasan natrium. Berikan daftar kandungan natrium pada makanan umum yang harus di hindari / batasi. Dorong untuk membaca label makanan dan bungkus obat.
5) Diskusikan obat, tujuan dan efek samping. Berikan instruksi secara verbal dan tertulis.
6) Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
7) Anjurkan dan lakukan demonstrasi ulang kemampuang mengambil dan mencatat nadi diatas/dibawah frekuensi yang telah di tentukan sebelumnya, perubahan pada irama/regularitas.
8) Jelaskan dan diskusikan peran pasien dalam mengontrol faktor risiko (contoh, merokok) dan faktor pencetus dasn pemberat (Contoh, diet tinggi garam, tidak aktif/terlalu aktif, terpajan pada suhu ekstrem).
9) Bahas ulang tanda/gejala yang memerlukan prihatin medik cepat, contoh peningkatan berat badan cepat, edema, napas pendek, peningkatan kelelahan, batuk, hemoptisis, demam.
10) Berikan kesempatan pasien/orang terdekat untuk menanyakan/mendiskusikan masalah dan membuat perubahan pola hidup yang perlu.
11) Tekankan pentingnya melaporkan tanda/gejala toksisitas digitaslis, contoh terjadinya gangguan pencernaan dan penglihatan, perubahan frekuensi nadi/irama, memburuknya gagal jantung.
12) Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung sesuai indikasi.

Minggu, 02 Oktober 2011

ASKEP GAGAL JANTUNG

ASKEP GAGAL JANTUNG


PENGERTIAN
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk metabolisme jaringan tubuh, sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi.

PENYEBAB
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan :
1. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
Ketidakmampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan isi sekuncup ( stroke volume) dan curah jantung (cardiac output) menurun.
2. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yangb berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload) menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah ventrikel atau isi sekuncup.
3. Beban volum berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi. Prinsip Frank Starling ; curah jantung mula-mula akan meningkat sesuai dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah sampai melampaui batas tertentu, maka curah jantung justru akan menurun kembali.
4. Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan (demand overload)
Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung di mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
5. Gangguan pengisian (hambatan input).
Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.

GAGAL JANTUNG KIRI
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastolic dalam ventrikel kiri dan volum akhir diastolic dalam ventrikel kiri meningkat.
GEJALA :
• Perasaan badan lemah
• Cepatl lelah
• Berdebar-debar
• Sesak nafas
• Batuk Anoreksia
• Keringat dingin.
• Takhikardia
• Dispnea
• Paroxysmal nocturnal dyspnea
• Ronki basah paru dibagian basal
• Bunyi jantung III

GAGAL JANTUNG KANAN
Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun tanpa didahului oleh adanya gagal jantung kiri.

GEJALA :
• Edema tumit dan tungkai bawah
• Hati membesar, lunak dan nyeri tekan
• Bendungan pada vena perifer (jugularis)
• Gangguan gastrointestinal (perut kembung, anoreksia dan nausea) dan asites.
• Berat badan bertambah
• Penambahan cairan badan
• Kaki bengkak (edema tungkai)
• Perut membuncit
• Perasaan tidak enak pada epigastrium.
• Edema kaki
• Asites
• Vena jugularis yang terbendung
• Hepatomegali

GAGAL JANTUNG KONGESTIF
Bila gangguan jantung kiri dan jantung kanan terjadi bersamaan. Dalam keadaan gagal jantung kongestif, curah jantung menurun sedemikian rupa sehingga terjadi bendungan sistemik bersama dengan bendungan paru.

GEJALA :
• Kumpulan gejala gagal jantung kiri dan kanan.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan gagal jantung kongestif dengan sasaran :
1. Untuk menurunkan kerja jantung
2. Untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard
3. Untuk menurunkan retensi garam dan air.

TIRAH BARING
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume intra vaskuler melalui induksi diuresis berbaring..

OKSIGEN
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

TERAPI NITRAT DAN VASODILATOR KORONER
Menyebabkan vasodilatasi perifer dan penurunan konsumsi oksigen miokard.

DIURETIK
Diuretik memiliki efek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam natrium sehingga menyebabkan penurunan volume cairan dan merendahkan tekanan darah.

DIGITALIS
Digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan kontraksi, peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi dan ekskresi dan volume intravascular menurun.

INOTROPIK POSITIF
Dobutamin adalah obat simpatomimetik dengan kerja beta 1 adrenergik. Efek beta 1 meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium (efek inotropik positif) dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif).

SEDATIF
Pemberian sedative untuk mengurangi kegelisahan bertujuan mengistirahatkan dan memberi relaksasi pada klien.

DIET
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema.

PENGKAJIAN

RIWAYAT KESEHATAN/KEPERAWATAN

Keluhan Utama :
• Lemah beraktifitas
• Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang :
• Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat.
• Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak nafas.
• Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
• Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
• Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan beraktifitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas.

Riwayat Penyakit Dahulu :
• Apakah sebelumnya pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, hiperlipidemia.
• Obat apa saja yang pernah diminum yang berhubungan dengan obat diuretic, nitrat, penghambat beta serta antihipertensi. Apakah ada efek samping dan alergi obat.

Riwayat Keluarga :
• Penyakit apa yang pernah dialami keluarga dan adakah anggota keluarga yang meninggal, apa penyebab kematiannya.

Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan :
• Situasi tempat kerja dan lingkungannya
• Kebiasaan dalam pola hidup pasien.
• Kebiasaan merokok

PEMERIKSAAN FISIK

KEADAAN UMUM
Didapatkan kesadaran baik atau compos mentis dan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi system saraf pusat

BREATHING
• Terlihat sesak
• Frekuensi nafas melebihi normal

BLEEDING
• Inspeksi : adanya parut, keluhan kelemahan fisik, edema ekstrimitas.
• Palpasi : denyut nadi perifer melemah, thrill
• Perkusi : Pergeseran batas jantung
• Auskultasi : Tekanan darah menurun, bunyi jantung tambahan

BRAIN
• Kesadaran biasnya compos mentis
• Sianosis perifer
• Wajah meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat.

BLADDER
• Oliguria
• Edema ekstrimitas

BOWEL
• Mual
• Muntah
• Penurunan nafsu makan
• Penurunan berat badan

BONE
• Kelemahan
• Kelelahan
• Tidak dapat tidur
• Pola hidup menetap
• Jadwal olahraga tak teratur

PSIKOSOSIAL
• Integritas ego : menyangkal, takut mati, marah, kuatir.
• Interaksi social : stress karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, kesulitan koping.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan kardiak output berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokard.
Rencana Intervensi :
• Kaji dan lapor tanda penurunan curah jantung.
• Periksa keadaan klien ; kaji frekuensi dan irama jantung.
• Catat bunyi jantung.
• Palpasi nadi perifer.
• Pantau dan catat haluaran urine.
• Pertahankan bedrest dengan kepala tempat tidur elevasi 30º
• Berikan istirahat dengan lingkungan yang tenang.
• Berikan oksigen tambahan
• Kolaborasi untuk pemberian obat
• Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai indikasi, hindari cairan garam.
• Pantau EKG dan perubahan foto dada.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru sekunder perubahan membrane kapiler alveoli dan retensi cairan interstitial.
Rencana Intervensi :
• Kaji frekuensi, irama, bunyi dan dalamnya pernafasan.
• Berikan tambahan oksigen
• Pantau saturasi oksigen
• Koreksi keseimbangan asam basa.
• Beri posisi yang memudahkan meningkatkan ekspansi paru.
• Latih batuk efektif dan nafas dalam.
• Kolaborasi pemberian obat.

3. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner.
Rencana Intervensi :
• Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lamanya dan penyebarannya
• Anjurkan untuk melaporkan nyeri dengan segera
• Berikan lingkungan yang tenang, aktifitas perlahan
• Bantu melakukan teknik relaksasi
• Berikan oksigen tambahan
• Kolaborasi pemberian obat anti nyeri.

4. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung.
Rencana Intervensi :
• Kaji status mental klien
• Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer dan diaforesis secara teratur
• Kaji kualitas peristaltic kapan perlu pasang sonde.
• Kaji adanya kongesti hepar pada abdomen kanan atas
• Ukur tanda vital dan periksa laboratorium.

5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kongesti vaskuler pulmonalis dan perpindahan cairan ke ekstra vaskuler.
Rencana Intervensi :
• Kaji tekanan darah
• Kaji distensi vena jugularis
• Timbang BB
• Beri posisi yang membantu drainage ekstrimitas dan latihan gerak pasif.
• Periksa laboratorium

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan demand oksigen.
• Catat frekuensi jantung, irama dan perubahan TD sebelum dan sesudah aktifitas
• Tingkatkan istirahat dan batasi aktifitas
• Anjurkan menghindari peningkatan tekanan abdomen
• Pertahankan klien tirah baring
• Evaluasi tanda vital saat aktifitas
• Pertahankan penambahan O2 sesuai pesanan
• Selama aktifitas kaji EKG, dispnoe, sianosis, frekuensi dan pola nafas.
• Rujuk program rehabilitasi jantung

7. Cemas berhubungan dengan hospitalisasi dan kurangnya pengetahuan tentang penyakit serta penanganan yang akan didapatkan.
• Kaji tanda dan ekspresi verbal kecemasan
• Temani klien selama periode cemas
• Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktifitas yang diharapkan
• Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan cemasnya
• Lakukan pendekatan dan komunikasi
• Berikan penjelasan tentang penyakit, penyebab dan penanganannya
• Kolaborasi pemberian obat anti cemas.

8. Risiko kambuh berhubungan dengan ketidaktahuan mengenai perawatan gagal jantung.
Rencana Intervensi :
• Diskusikan mengenai fungsi normal jantung.
• Jelaskan manfaat diet rendah garam, rendah lemak dan mempertahankan berat yang ideal.
• Jelaskan kepada klien dan keluarga mengenai factor-faktor yang dapat meningkatkan risiko kambuh.
• Jelaskan untuk memeriksa diri bila ada tanda-tanda kambuh.
• Menyarankan kepada keluarga untuk memanfaatkan sarana kesehatan dim masyarakat.

Kamis, 21 Juli 2011

Prinsip dan Teknik Komunikasi dalam asuhan keperawatan


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.

Komunikasi merupakan suatu dasar dan kunci seseorang dalam menjalankan tugasnya, komunikasi merupakan suatu proses dalam perawatan untuk menjalankan dan menciptakan hubungan dengan pasien, komunikasi tampaknya sederhana tetapi untuk menjadikan suatu komunikasi berguna dan efektif membutuhkan usaha dan keterampilan serta kemampuan dalam bidang itu  (Arifin,  2002).
Tidak ada persoalan sosial manusia dihadapkan dengan masalah sosial yang penyelesaiannya menyangkut komunikasi yang lebih baik, Setiap hari  semua orang melakukan proses komunikasi. Sering kali akibat komunikasi yang tidak tepat terjadi perbedaan pandangan atau salah paham. Oleh karena itu setiap orang perlu memahami konsep dan proses komunikasi untuk meningkatkan hubungan antar manusia dan mencegah kesalah pahaman yang mungkin terjadi, hubungan komunikasi terapeutik antara perawat atau bidan dengan pasien adalah hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik (Utami P, 1998).
 Dasawarsa terakhir masalah komunikasi antara petugas kesehatan dan pasien telah mendapatkan sorotan luas karena adanya beberapa laporan riset yang di kumpulkan Faulkner (1984), laporan tersebut mengungkapkan bahwa banyak pasien yang merasa tidak pernah menerima cukup informasi  (Nancy, 1988).
  Komunikasi merupakan unsur yang penting dalam aktifitas dan bagian yang selalu ada dalam proses manajemen keperawatan atau kebidanan. Berdasarkan hasil penelitian Swansburg (1990), bahwa lebih dari 80% waktu yang digunakan untuk berkomunikasi, 16% untuk membaca dan 9% untuk menulis. Pengembangan keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kiat sukses bagi seorang bidan karena terlalu banyak waktu yang digunakan untuk komunikasi, mendengar, berbicara jadi jelas bahwa bidan harus mempunyai keterampilan interpersonal yang  baik, karena praktek kebidanan berorientasi pada hubungan interpersonal dalam mencapai suatu tujuan organisasi, maka untuk menciptakan komitmen dan rasa kebersamaan perlu ditunjang keterampilan dalam berkomunikasi (Nursalam, 2002). 
Dalam profesi keperawatan, komunikasi sangat penting antara perawat dengan perawat, dan perawat dengan klien, khususnya komunikasi antar perawat dengan klien dimana dalam komunikasi itu perawat dapat menemukan beberapa solusi dari permasalahan yang sedang dialami klien, dan komunikasi ini dinamakan dengan komunikasi terapeutik. Akan tetapi dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik ini ada fase-fase, tehnik-tehnik, dan faktor-faktor, serta proses komunikasi terapeutik tersebut dalam perawatan sehingga pelayanan/asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik serta memberikan tingkat kepuasan pada klien.


B.     Tujuan.
Dengan memberikan materi ini diharapkan mahasiswa keperawatan  dapat memahami serta dapat menerapkan tentang konsep komunikasi terapeutik  dalam  proses keperawatan.




BAB II
PEMBAHASAN
A.  Fase – fase komunikasi terapeutik
1. Tahap Persiapan (Prainteraksi)
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
1. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakah ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005).
2. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai kekuatan mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling percaya (Suryani, 2005).
3. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien. Paling tidak perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada saat memulai interaksi (Suryani, 2005).
4. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005).
2. Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005), karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak mungkin akan terjadi keterbukaan antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa berubah tergantung pada situasi dan kondisi (Rahmat, J dalam Suryani 2005). Karena itu, untuk mempertahankan atau membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien (Suryani, 2005).
2. Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam Suryani, 2005). Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien sendiri (Suryani, 2005).
3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan memberikan pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien.
4. merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama klien (Cristina, dkk, 2002).
3. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005)
4. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan.
Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau menyimpulkan.
2. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah baru bagi klien.
3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami tentang beberapa alternative mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah satu dari alternative tersebut.
4. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya.

B.   Prinsip dan Teknik Komunikasi dalam Proses Keperawatan
1)  Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)
  • Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.
  • Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batas intervensi.
  • Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal.
  • Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.
  • Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang diharapkan bisa realistik.
  • Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal yang sesuai.
  • Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi intervensi yang dibutuhkan.
2.  Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)
  • Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.
  • Sesi perencanaan tim kesehatan.
  • Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi.
  • Membuat rujukan.
3.  Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)
  • Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).
  • Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
  • Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan.
  • Meningkatkan harga diri pasien.
  • Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.
  • Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.
4.  Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)
  • Memperkenalkan diri kepada pasien.
  • Memulai interaksi dangan pasien.
  • Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.
  • Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan kebutuhannya.
  • Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.
  1. Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)
  • Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi kebutuhan sendiri.
  • Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.
  • Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan.

C.   Konsep Keperawatan Kesehatan Komunitas

       Keperawatan kesehatan komunitas terdiri dari tiga kata yaitu keperawatan, kesehatan dan komunitas, dimana setiap kata memiliki arti yang cukup luas. Azrul Azwar (2000) mendefinisikan ketiga kata tersebut sebagai berikut :
1. Keperawatan adalah ilmu yang mempelajari penyimpangan atau tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang dapat mempengaruhi perubahan, penyimpangan atau tidak berfungsinya secara optimal setiap unit yang terdapat dalam sistem hayati tubuh manusia, balk secara individu, keluarga, ataupun masyarakat dan ekosistem.
2. Kesehatan adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan manusia mulai dari tingkat individu sampai tingkat eko¬sistem serta perbaikan fungsi setiap unit dalam sistem hayati tubuh manusia mulai dari tingkat sub sampai dengan tingkat sistem tubuh.
3. Komunitas adalah sekelompok manusia yang saling berhubungan lebih sering dibandingkan dengan manusia lain yang berada diluarnya serta saling ketergantungan untuk memenuhi keperluan barang dan jasa yang penting untuk menunjang kehidupan sehari-hari.

         Keperawatan kesehatan komunitas menurut ANA (1973) adalah suatu sintesa dari praktik kesehatan masyarakat yang dilaku¬kan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat. Praktik keperawatan kesehatan komunitas ini bersifat menye¬luruh dengan tidak membatasi pelayanan yang diberikan kepada kelompok umur tertentu, berkelanjutan dan melibatkan masya¬rakat.
        Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan kesehatan komunitas adalah suatu bidang dalam ilmu keperawatan yang merupakan keterpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta masyarakat, serta mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan dengan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif, secara menyeluruh dan terpadu ditujukan kesatuan yang utuh melalui proses keperawatan untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal.
Melalui proses keperawatan, perawat dapat menerapkan pengetahuan yang komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah atau diagnosa keperawatan, merencanakan intervensi, mengimplementasikan dan mengevaluasi intervensi yang telah dilakukan. Proses keperawatan merupakan pendekatan yang sistematis dan ilmiah dalam praktek keperawatan, dimana kelima komponennya saling berinteraksi satu dan yang lain, seperti ditunjukan pada diagram dibawah ini :
I. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap pertama proses keperawatan dimana pengumpulan data dilakukan secara sistematis untuk menentukan status kesehatan klien saat ini, mengidentifikasi pola koping klien yang lalu dan saat ini (Iyer dkk., 1996). Pengkajian harus dilakukan menyeluruh terhadap aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pada kenyataannya perawat lebih mengutamakan data biologis/fisik, sedangkan data psikologis, sosial dan spiritual seringkali kurang diperhatikan. Oleh karena itu pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan diagnosa keperawatan sesuai dengan respon individu, sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar keperawatan dari ANA (American Nursing Association).
Data yang dikumpulkan berguna untuk aktivitas atau tindakan keperawatan yang dibutuhkan klien dan juga sebagai sumber data bagi profesi lain, karena pertukaran data antar profesi sangat penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan.
Pengumpulan data difokuskan untuk mengidentifikasi :
1. Status kesehatan klien
2. Pola pertahanan/koping yang biasa digunakan
3. Respon klien terhadap pengobatan / terapi
4. Faktor resiko yang menyebabkan timbulnya masalah
5. Kebutuhan yang menimbulkan timbulnya masalah
6. Fungsi klien saat ini.


Elemen yang akan dievaluasi pada tahap pengkajian ini adalah :
1. Akurasi dan sistematika data
2. Kelengkapan data
3. Validasi data
4. Kualitas data
5. Alternatif pengumpulan data

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
menurut Gordon (1976) mendefinisikan diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensil dimana perawat berdasarkan pendidikan dan penglamannya mampu dan mempunyai wewenang untuk memberikan tindakan keperawatan. Sedangkan menurut NANDA diagnosa keperawatan adalah kesimpulan klinis terhadap respon individu, keluarga dan masyarakat terhadap masalah kesehatan aktual dan potensial atau diagnosa keperawatan adalah merupakan dasar untuk menetapkan tindakan keperawatan dalam mencapai tujuan. Semua diagnosa keperawatan harus didukung oleh data, dimana menurut NANDA diartikan sebagai definisi karakteristik yang dinamakan tanda dan gejala. Tanda adalah sesuatu yang dapat diobservasi sedangkan gejala adalah sesuatu yang dirasakan oleh klien. Diagnosis Keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Carpenito, 2000; Gordon, 1976 & NANDA).
           Diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosis keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi, dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat.
Dari definisi diatas jelaslah bahwa diagnosa keperawatan yang dirumuskan harus sesuai dengan kewenangan perawat. Komponen diagnosa keperawatan terdiri dari; problem, etiologi dan simtom (tanda dan gejala).

III. PERENCANAAN
Setelah diagnosa keperawatan dirumuskan, maka untuk membuat formulasi rencana tindakan keperawatan ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan :
1. Menentukan perioritas berdasarkan diagnosa keperawatan
2. Menentukan kriteria hasil (tujuan jangka panjang dan jangka pendek)
3. Menentukan rencana tindakan dan
4. Didokumentasikan.

Rencana keperawatan merupakan suatu petunjuk yang merumuskan tentang kegiatan keperawatan yang ditulis secara mandiri oleh perawat. Meskipun perawat tetap terlibat dalam peran kolaborasi, pemberian pengobatan yang diprogramkan oleh dokter.
Beberapa faktor yang menentukan perioritas masalah keperawatan (Griffith-Kenney dan Christensen, 1986) antara lain :
1. Ancaman kehidupan dan kesehatan
2. Sumber daya dan dana yang tersedia
3. Peran serta klien
4. Prinsip ilmiah dan praktek keperawatan yang mempengaruhi penentuan perioritas diagnosa keperawatan.
Setelah menentukan diagnosa keperawatan yang diperioritaskan, ditetapkanlah tujuan jangka panjang untuk mengatasi masalah secara umum dan jangka pendek untuk mencapai tujuan jangka panjang. Karakteristik penulisan tujuan adalah uraian tentang penampilan, situasi, sesuai dengan sandar yang ada dan adanya target waktu. Penampilan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan klien dan biasanya dapat diobservasi. Tujuan yang ditetapkan haruslah dapat diukur dan dapat mengerahkan intervensi keperawatan.
Rencana tindakan keperawatan, adalah merupakan kegiatan akhir dari perencanaan. Strategi yang digunakan antara lain pendidikan kesehatan, pemecahan masalah, pemakaian diri secara terapiutik, dan penerapan prinsip praktek keperawatan dan harus memnggambarkan fungsi mandiri perawat profesional, sesuai dengan sumber praktek keperawatan yang ditetapkan.
Contoh :
Diagnosa : Potensial terjadi infeksi pasca operasi sehubungan dengan adanya luka insisi kulit dan jaringan.
Tujuan Jangka Panjang : Setelah satu minggu pasca operasi tidak terjadi infeksi pada luka operasi.
Tujuan Jangka Pendek : – Tanda-tanda infeksi tidak terlihat ( kemerahan, bengkak, nyeri, panas dan kehilangan fungsi ).
- Proses penyembuha optimal (tampak jaringa granulasi, waktu penyembuhan sesaui).
Rencana Tindakan : – Lakukan teknik aseptik dan antiseptik sebelum dan pada saat serta sesudah melakukan tindakan keperawatan
– Lakukan penggantian balutan sesuai standar
– Observasi proses penyembuhan
– Jelaskan tentang cara perawatan luka
Catatan : Didalam penulisan rencana perlu diperhatikan pedoman sebagai berikut :
1. Diberi tanggal dan ditanda tangani oleh perawat yang bertanggung jawab
2. Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai
3. Diungkapkan dalam bentuk spesifik dan dapat memberi petunjuk pada perawat dan klien
4. Mencakup upaya pencegahan, peningkatan dan rehabilitasi
5. Mencakup kegiatan kolaborasi dan koordinasi
6. Disusun berdasarka perioritas
7. Mencakup otonomi dan individualitas klien
8. Mengikuti perkembangan keperawatan
9. Mencakup masa depan klien

IV. IMPLEMENTASI :
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan petunjuk berikut :
1. Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah divalidasi.
2. Menggunakan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal yang dilakukan secara efektif dan efisien.
3. Tindakan yang dilakukan dan respon klien harus didokumentasikan.
4. Keamanan fisik dan psikologi perlu dilindungi. Hal ini menentukan keberhasilan rencana tindakan keperawatan.

Contoh : Sesuai dengan contoh diatas maka implementasi keperawatan yang diulakukan adalah sebagai berikut :
1. Melakukan teknik aseptik dan antiseptik sebelum dan pada saat, serta sesudah melakukan tindakan keperawatan (mencunci tangan)
2. Melakukan penggantian balutan sesuai standar/ketentuan
3. Mengobservasi proses penyembuhan
4. Menjelaskan tentang cara perawatan luka

Setelah tindakan keperawatan dilakukan, maka dicatat semua respon klien dan secara lisan/tertulis dapat disampaikan kepada tim keperawatan dan tim kesehatan lain.
Elemen yang dieveluasi pada tahap pelaksanaan :
1. Respon klien
2. Respon staf
3. Pencapaian hasil
4. Kecermatan dan keabsahan
5. Alternatif dan tindakan yang dilakukan

V. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan yang merupakan aktifitas yang dilakukan berkesinambungan dari tahap awal (pengkajian) sampai tahap akhir (evaluasi) dan melibatkan klien / keluarga. Evaluasi bertujuan untuk menilai efektifitas rencana dan strategi asuhan keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi terdiri dari :
1. Evaluasi proses, untuk menilai apakan prosedur dilakukan sesuai dengan rencana, benar atau tidak, misalnya apakah sebelum melakukan tindakan keperawatan menjelaskan prosedur tindakan tersebut kepeda klien.
2. Evaluasi hasil, berfokus kepada perubahan perilaku dan keadaan kesehatan klien sebagai hasil tindakan keperawatan. Misalnya klien bebas dari tanda-tanda infeksi.
Sesuai dengan contoh sebelumnya, maka eveluasi yang dilakukan terhadap klien dengan pasca operasi tersebut adalah : Luka operasi sembuh secara optimal dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi.

D.    Prinsip dan Teknik Komunikasi Terapeutik pada perawatan komunitas.

Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih saying / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam profesi keperawatan, komunikasi sangat penting antara perawat dengan perawat, dan perawat dengan klien, khususnya komunikasi antar perawat dengan klien dimana dalam komunikasi itu perawat dapat menemukan beberapa solusi dari permasalahan yang sedang dialami klien, dan komunikasi ini dinamakan dengan komunikasi terapeutik. Akan tetapi dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik ini ada fase-fase, tehnik-tehnik, dan faktor-faktor, serta proses komunikasi terapeutik tersebut dalam perawatan sehingga pelayanan/asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik serta memberikan tingkat kepuasan pada klien.
        Keperawatan kesehatan komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan pendekatan pada kelompok resiko tinggi, dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan keperawatan (Spradley, 1985; Logan and Dawkin, 1987).
         Keperawatan kesehatan komunitas menurut ANA (1973) adalah suatu sintesa dari praktik kesehatan masyarakat yang dilaku¬kan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat. Praktik keperawatan kesehatan komunitas ini bersifat menye¬luruh dengan tidak membatasi pelayanan yang diberikan kepada kelompok umur tertentu, berkelanjutan dan melibatkan masya¬rakat.
        Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan kesehatan komunitas adalah suatu bidang dalam ilmu keperawatan yang merupakan keterpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta masyarakat, serta mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan dengan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif, secara menyeluruh dan terpadu ditujukan kesatuan yang utuh melalui proses keperawatan untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal.
Tiga unsur komunikasi yaitu:
1.            Pengirim pesan atau sering juga disebut sebagai sender, komunikator. Pengirim pesan harus dapat menuliskan atau menyandikan pesan dengan baik dan jelas. Dan Juga membuat encoding yang ditujukan kepada seseorang atau beberapa orang, dan memilih media, serta meminta kejelasan kepada penerima apakah pesan telah diterima.
2.             Penerima pesan atau sering disebut sebagai reciever atau komunikan. Penerima pesan harus mendengarkan atau berkonsentrasi agar pesan dapat diterima dengan benar, dan memberikan umpan balik yang disebut dengan decoding kepada pengirim pesan bahwa pesan telah diterima dengan benar.
3.            Media atau saluran yang digunakan sebagai alat untuk mengirimkan pesan.

            Proses komunikasi harus merupakan komunikasi dua arah. Yakni, pengirim menuliskan dan mengirimkan pesan melalui media yang dipilihnya, dan penerima pesan menuliskan kembali pesan yang dia telah terima, serta menyampaikan bahwa pesan telah diterima dengan baik dan benar. Pesan ada yang informatif yaitu pesan yang disampaikan berupa informasi dan pesan yang persuasif yaitu pesan yang disampaikan untuk mempengaruhi orang lain agar tertarik pada ide dari pesan yang disampaikan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi sehubungkan dengan pesan yang disampaikan yaitu :
1.      Bila pesan sering diulang, panjang maka pesan akan berlalu begitu saja.
2.       Apabila pesan / ide yang dikemukakan/ditawarkan dengan gaya persuasif orang akan tertarik akan ide tersebut.
3.      Bila pesan/ide tidak disampaikan kepada orang maka mereka tidak akan memegangnya dan menanyakannya.
Dalam proses komunikasi dapat terjadi adanya gangguan (noise) yang disebabkan oleh berita yang disampaikan tidak jelas, sehingga penerima berita mengartikannya tidak secara menyeluruh, atau gangguan lain yag mempengaruhi media komunikasi.
Komunikasi yang efektif dapat terjadi apabila pesan yang dikirim oleh komunikator / sender dapat diterima dengan baik (menyenangkan, aktual/nyata) oleh komunikan / reciever. Kemudian penerima pesan menyampaikan kembali bahwa pesan telah diterima dengan baik dan benar. Artinya ada komunikasi dua arah atau komunikasi yang timbal balik.
Lima aspek yang harus dipahami dalam membangun komunikasi yang efektif adalah clarity, accuracy, contex, flow dan culture.
Strategi dalam membangun komunikasi efektif : ketahui mitra bicara (audience), ketahui tujuan, perhatikan konteks, pelajari kultur, dan pahami bahasa.
Dalam komunikasi lisan, informasi disampaikan secara lisan/verbal melalui kata-kata. Penyampaikan informasi seperti ini dinamakan berbicara. Komunikasi lisan akan menjadi lebih efektif apabila diikuti dengan tinggi rendah, lemah lembut, dan perubahan nada suara yang disesuaikan. Dengan demikian kata-kata adalah isi sebuah pesan, sedangkan bahasa tubuh, nada suara adalah konteks dimana pesan itu melekat.
 Komunikasi non verbal menunjukkan adanya lima fungsi yaitu: Repetition, Contradiction, Substitution, Complemneting, dan Accenting.
Perbedaan budaya dalam komunikasi dapat berakibat lebih buruk dibandingkan dengan perbedaan dalam bahasa dalarn komunikasi, bahasa mempunyai peran yang sangat penting, walaupun kadang-kadang keliru dalam mengartikannya sebagai akibat seluk beluk bahasa yang tidak dimengerti. Didalam bahasa, ada kata-kata denotasi / harafiah, dan ada kata_kata konotasi, dan dengan menggunakan logat bahasa tertentu dapat menimbulkan perbedaan pengertian.
        Pada saat memberikan pelayanan kesehatan, perawat komunitas harus rnempertimbangkan beberapa prinsip, yaitu kemanfaatan dimana semua tindakan dalam asuhan keperawatan harus memberikan manfaat yang besar bagi komunitas, pelayanan keperawatan kesehatan komunitas dilakukan bekerjasama dengan klien dalam waktu yang panjang dan bersifat berkelanjutan serta melakukan kerjasama lintas program dan lintas sektoral, asuhan keperawatan diberikan secara langsung mengkaji dan intervensi, klien dan, lingkungannya termasuk lingkungan sosial, ekonomi serta fisik mempunyai tujuan utama peningkatan kesehatan, pelayanan keperawatan komunitas juga harus memperhatikan prinsip keadilan dimana tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas dari komunitas itu. sendiri, prinsip yang lanilla yaitu otonomi dimana klien atau komunitas diberi kebebasan dalam memilih atau melaksanakan beberapa alternatif terbaik dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang ada.
















BAB III
PENUTUP
A.         KESIMPULAN.
         Komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat serta salah satu upaya yang dilakukan oleh perawat untuk mendukung proses keperawatan yang diberikan kepada klien. Untuk dapat melakukannya dengan baik dan efektif diperlukan strategi yang tepat dalam berkomunikasi sehingga efek terapeutik yang menjadi tujuan dalam komunikasi terapeutik dapat tercapai.
Peranan komunikasi dalam pembangunan dan dalam proses keperawatan sangatlah penting. Komunikasi yang digunakan dalam proses keperawatan adalah komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien. Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman dengan menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah positif seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya.

B.       SARAN

         Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami bahwa pentingnya komunikasi dalam kehidupan kita sehari – hari terutama dalam proses pembangunan dan dalam proses keperawatan dan diharapkan juga bagi pembaca agar dapat menggunakan bahasa yang sesuai dalam pergaulan sehari – hari, khususnya bagi pembaca yang berprofesi sebagai seorang perawat atau tenaga medis lainnya agar dapat berkomunikasi yang baik dengan pasien guna untuk menjalin kersama dengan pasien dalam melakukan proses keperawatan yang bertujuan untuk kesehatan pasien serta berkomunikasi dengan baik terhadap rekan kerja dan siapapun yang terdapat di tempat kita bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin,Anwar.1977 komunikasi dalam teori dan praktek.Bandung : penerbit Armico.
Suryani.(2005). komunikasi terapeutik; teori &praktik. Jakarta: EGC
Widjaja, A.W.2000.Ilmu Komunikasi. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta