Senin, 05 Desember 2011

ASKEP BRONKITIS

Pengertian bronkhitis

Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998, hal : 490).

Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan
Anatomi sistem pernafasan
Saluran pernafasan bagian atas
Rongga hidung
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresi secara terus menerus oleh sel – sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru – paru.
Faring
Adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region ; nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Fungsi utamanya adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratoriun dan digestif.
Laring
Adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakhea. Fungsi utamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya lokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
Saluran pernafasan bagian bawah.
Trakhea
Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci, tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.
Bronkus
Broncus terdiri atas 2 bagian yaitu broncus kanan dan kiri. Broncus kanan lebih pendek dan lebar, merupakan kelanjutan dari trakhea yang arahnya hampir vertikal. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih sempit, merupakan kelanjutan dari trakhea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang menjadi bronchus lobaris kemudian bronchus segmentaliis. Bronkus dan bronkiolus dilapisi oleh sel – sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut pendek yang disebut silia, yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori yang menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel – sel alveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel alveolar tipe II sel – sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakan sel – sel fagositosis yang besar yang memakan benda asing dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan penting.
Fisiologi sistem pernafasan
Pernafasan mencakup 2 proses, yaitu :
Pernafasan luar yaitu proses penyerapan oksigen (O2) dan pengeluaran carbondioksida (CO2) secara keseluruhan.
Pernafasan dalam yaitu proses pertukaran gas antara sel jaringan dengan cairan sekitarnya (penggunaan oksigen dalam sel).
Proses fisiologi pernafasan dalam menjalankan fungsinya mencakup 3 proses yaitu :
Ventilasi yaitu proses keluar masuknya udara dari atmosfir ke alveoli paru.
Difusi yaitu proses perpindahan/pertukaran gas dari alveoli ke dalam kapiler paru.
Transpor yaitu proses perpindahan oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh.
Etiologi
Adalah 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dari polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
Polusi
Pulusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
Patofisiologi
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil – kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia dan pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah.
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel – sel penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan – perubahan pada sel – sel penghasil mukus dan sel – sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas.
Manifestasi klinis
Keluhan
Batuk, mulai dengan batuk – batuk pagi hari, dan makin lama batuk makin berat, timbul siang hari maupun malam hari, penderita terganggu tidurnya.
Dahak, sputum putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi purulen atau mukopuruen dan kental.
Sesak bila timbul infeksi, sesak napas akan bertambah, kadang – kadang disertai tanda – tanda payah jantung kanan, lama kelamaan timbul kor pulmonal yang menetap.
Pemeriksaan fisik
Pada stadium ini tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang – kadang terdengar ronchi pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronchi pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi. Juga didapatkan tanda – tanda overinflasi paru seperti barrel chest, kifosis, pada perkusi terdengar hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke bawah, pekak jantung berkurang, suara nafas dan suara jantung lemah, kadang – kadang disertai kontraksi otot – otot pernafasan tambahan.
Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan radiologis
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang menebal.
Corak paru bertambah
Pemeriksaan fungsi paru
VEP1 (Volume ekspirasi paksa 1 detik) : menurun.
KV (kapasitas vital) : menurun (normal   3,1 liter,   4,8 liter).
VR (volume residu) : bertambah (normal   1,1 liter,   1,2 liter).
KTP (kapasitas total paru) : normal (normal  4,2 liter,  6,0 liter).
KRF (kapasitas residu fungsional) : sedikit naik atau normal (normal   1,8 liter,   2,2 liter).
Analisa gas darah
Pa O2 : rendah (normal 25 – 100 mmHg)
Pa CO2 : tinggi (normal 36 – 44 mmHg).
Saturasi hemoglobin menurun.
Eritropoesis bertambah.
Penganganan
Tindakan suportif
Pendidikan bagi pasien dan keluarganya tentang :
Menghindari merokok
Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup.
Mengontrol suhu dan kelembaban lingkungan.
Nutrisi yang baik.
Hidrasi yang adekuat.
Terapi khusus (pengobatan).
Bronchodilator
Antimikroba
Kortikosteroid
Terapi pernafasan
Terapi aerosol
Terapi oksigen
Penyesuaian fisik
Latihan relaksasi
Meditasi
Menahan nafas
Rehabilitasi
Prognosis
Prognosis jangka panjang maupun jangka pendek bergantung pada umur dan gejala klinik waktu berobat.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pengkajian.
Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis :
Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise.
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari.
Ketidakmampuan untuk tidur.
Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda : Keletihan
Gelisah, insomnia.
Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat.
Distensi vena leher.
Edema dependent
Bunyi jantung redup.
Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis
Pucat, dapat menunjukkan anemi.
Integritas Ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko
Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah.
Nafsu makan buruk/anoreksia
Ketidakmampuan untuk makan
Penurunan berat badan, peningkatan berat badan
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat.
Penurunan berat badan, palpitasi abdomen
Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3 bulan berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun.
Episode batuk hilang timbul.
Tanda : Pernafasan biasa cepat.
Penggunaan otot bantu pernafasan
Bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal.
Bunyi nafas ronchi
Perkusi hyperresonan pada area paru.
Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu – abu keseluruhan.
Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan.
Adanya/berulangnya infeksi.
Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
Interaksi sosial
Gejala : Hubungan ketergantungan
Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang dekat
Penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda : Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik.
Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
Pemeriksaan diagnostik :
Sinar x dada : Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi.
Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
TLC : Meningkat
Volume residu : Meningkat.
FEV1/FVC : Rasio volume meningkat.
GDA : PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal.
Bronchogram : Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen.
EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.
Diagnosa keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan dirumah.
Perencanaan Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Tujuan :
Mempertahankan jalan nafas paten.
Rencana Tindakan:
Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya proses infeksi akut.
Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional : Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara.
Observasi karakteristik batuk
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit akut atau kelemahan
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
Tujuan :
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Rencana Tindakan:
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi
Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Awasi GDA
Rasional : PaCO­2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.
Rencana Tindakan:
Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
Tujuan :
Menunjukkan peningkatan berat badan.
Rencana Tindakan:
Kaji kebiasaan diet.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
Berikan perawatan oral
Rasional : Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual dan muntah.
Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
Konsul ahli gizi
Rasional : Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi
Rencana Tindakan:
Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
Observasi warna, bau sputum.
Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
Rasional : mencegah penyebaran patogen.
Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.
Berikan anti mikroba sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.
Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan :
Menunjukkan perbaikan dengan aktivitas intoleran
Rencana tindakan:
Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan exercise, berjalan perlahan atau latihan yang sesuai.
Rasional : Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak O2.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas.
Rencana tindakan:
Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).
Rasional : Dengan mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan tindakan selanjutnya.
Berikan dorongan emosional.
Rasional : Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima keadaan penyakit yang dialami.
Beri dorongan mengungkapkan ketakutan/masalah
Rasional : Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi beban pikiran yang dirasakan
Jelaskan jenis prosedur dari pengobatan
Rasional : Penjelasan yang tepat dan memahami penyakitnya sehingga mau bekerjasama dalam tindakan perawatan dan pengobatan.
Beri dorongan spiritual
Rasional : Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan menyerahkan pada TYME atas kesembuhannya.
Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan di rumah
Tujuan : Mengatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Intervensi :
Jelaskan proses penyakit individu
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan partisipasi pada rencana pengobatan.
Instruksikan untuk latihan afas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
Rasional : Nafas bibir dan nafas abdominal membantu meminimalkan kolaps jalan nafas dan meningkatkan toleransi aktivitas
Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi misalnya udara, serbuk, asap tembakau.
Rasional : Faktor lingkungan dapat menimbulkan iritasi bronchial dan peningkatan produksi sekret jalan nafas.
Impelementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)
Evaluasi.
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai,
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 1994, Proses Keperawatan)
Sumber:
1.Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, ; alih bahasa, Agung Waluyo; editor Monica Ester, Edisi 8, EGC; Jakarta.
2.Carolin, Elizabeth J, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta, 2002.
3.Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made Kariasa ; editor, Monica Ester, Edisi 3, EGC ; Jakarta.
4.Tucker, Susan Martin, 1998, Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi, Edisi 5, EGC, Jakarta.
5.Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Penerbit FKUI, Jakarta.
6.Long, Barbara C, 1998, Perawatan Medikal Bedah, 1998, EGC, Jakarta.
7.PRICE, Sylvia Anderson, 1994, Patofisiologi; Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, EGC, Jakarta.
8.Keliat, Budi Anna, Proses Keperawatan

Minggu, 30 Oktober 2011

Tifus Abdominalis



Definisi
Tifus Abdominalis (demam tifoid enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang besarnya tedapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 1985)
Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran ke mulut melalui makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul dalam wabah. (Markum, 1991).

Etiologi
Tyfus abdominalis disebabkan oleh salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurngnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.

Patofisiologi
Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe.
Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah.
Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada kulit dan lidah hipermi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali. Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pnemonia, meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik).

Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodomal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersamangat kemudian menyusul gejala klinis sbb:
Demam
Berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama duhu berangsur-angsur meningkat, biasanya turun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu ke-2 penderita terus demam dan minggu ke-3 penderita demamnya berangsur-angsur normal.
Gangguan pada saluran pencernaan
Nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah putih kotor (coated tongue) ujung dan tepi kemerahan, perut kembung, hati dan limpa membesar. disertai nyeri pada perabaan
Gangguan kesadaran
Kesadaran menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai samnolen.
Disamping gejala-gejala tersebut ditemukan juga pada penungggungdan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.

Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
2. Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
3. Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare
4. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi b/d kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat

Focus Intervensi
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi:
a. Dorong tirah baring
Rasional:
Menurunkan kebutuhan metabolic untuk meningkatkan penurunan kalori dan simpanan energi
b. Anjurkan istirahat sebelum makan
Rasional:
Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan
c. Berikan kebersihan oral
Rasional :
Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan
d. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan
Rasional:
Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan konduktif untuk makan
e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional:
Nutrisi yang adekuat akan membantu proses
f. Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi
Rasional:
Program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal, sementara memberikan nutrisi penting.

2. Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Tujuan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
Intervensi:
a. Pantau suhu klien
Rasional:
Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius akut
b. pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan indikasi
Rasional:
Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu mendekati normal
c. Berikan kompres mandi hangat
Rasional :
Dapat membantu mengurangi demam
d. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional:
Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus

3. Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare
Tujuan:
Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit baik, kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal
Intervensi:
a. Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
Rasional:
Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit penyakit usus yang merupakan pedoman untuk penggantian cairan
b. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional:
Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi
c. Kaji tanda vital
Rasional :
Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan
d. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring
Rasional:
Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus
e. Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral
Rasional:
Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan kehilangan


4. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
Tujuan:
Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
a. Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Rasional:
Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
b. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik
Rasional:
Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
c. Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
Rasional :
Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang menganggu periode istirahat
d. Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)
Rasional:
Meningkatkan relaksasi dan hambatan energi

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi b/d kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat
Tujuan:
Dapat menyatakan pemahaman proses penyakit
Intervensi:
a. berikan nformasi tentang cara mempertahankan pemasukan makanan yang memuaskan dilingkungan yang jauh dari rumah
Rasional:
Membantu individu untuk mengatur berat badan
b. Tentukan persepsi tentang proses penyakit
Rasional:
Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
c. Kaji ulang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor pendukung
Rasional :
Faktor pencetus/pemberat individu, sehingga kebutuhan pasien untuk waspada terhadap makanan, cairan dan faktor pola hidup dapat mencetuskan gejala

Komplikasi
Dapat terjadi paDA
Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu:
a. Perdarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyari perut dengan tanda-tanda rejatan
b. Perforasi usus
c. Peritonitis ditemukan gejala abdomen akut yaitu: nyeri perut yang hebat, diding abdomen dan nyeri pada tekanan


12. Diluar anus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefelopati. Terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronkopneumonia

Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain sebagai berikut:
a. Pemeriksaan darah tepi
b. Pemeriksaan sumsum tulang
c. Biakan empedu untuk menemukan salmonella thyposa
d. Pemeriksaan widal digunakan untuk membuat diagnosis tifus abdominalis yang pasti
Penatalaksanaan
Pengobatan/penatalaksaan pada penderita typus abdominalis adalah sebagai berikut:
  1. 13. Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian dan ekskreta
  2. 14. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi
  3. 15. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu
  4. 16. Diet makanan harus mengandung cukup cairan dan tinggi protein
  5. 17. Obat Kloramfenikol

DAFTAR PUSTAKA
  1. Carpenito, L. J (1997). Buku Saku Keperawatan. Edisi VI.EGC: Jakarta
  2. Doengoes M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. EGC : Jakarta
  3. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XII. EGC : Jakarta
  4. Staf Pengajar IKA (1995). Ilmu Kesehatan Anak. EGC : Jakarta
  5. mansjoer. A (2000). Kapikta Selekta kedokteran. edisi IV. EGC: Jakarta
  6. Sarwana (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. FKUI: Jakarta.

Selasa, 25 Oktober 2011

Penyakit Asma (Asthma)


Definisi
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat sementara.
Penyebab
Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga.

Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.

Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya:
- kontraksi otot polos
- peningkatan pembentukan lendir
- perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki.
Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang.
Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin.Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien.

Sel lainnya (eosnofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara.
Gejala
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk.
Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.

Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala.
Selama serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.

Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat.
Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan.
Meskipin telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna,

Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada.
Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas.
Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan spirometri berulang. Spirometri juga digunakan untuk menilai beratnya penyumbatan saluran udara dan untuk memantau pengobatan.


Menentukan faktor pemicu asma seringkali tidak mudah. Tes kulit alergi bisa membantu menentukan alergen yang memicu timbulnya gejala asma.




Jika diagnosisnya masih meragukan atau jika dirasa sangat penting untuk mengetahui faktor pemicu terjadinya asma, maka bisa dilakukan bronchial challenge test.



Pengobatan
Obat-obatan bisa membuat penderita asma menjalani kehidupan normal.
Pengobatan segera untuk mengendalikan serangan asma berbeda dengan pengobatan rutin untuk mencegah serangan.

~ Agonis reseptor beta-adrenergik
merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga.Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik.

Bronkodilator yang yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar) otot.
Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta2-adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya. Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik.

Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam.
Bronkodilator yang lebih baru memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah serangan.

Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang dihirup) dan sangat efektif.
Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan berat.
Bronkodilator per-oral (ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek samping dan mula kerjanya cenderung lebih lambat.

~ Theophylline
Theophylline biasanya diberikan per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet long-acting.
Pada serangan asma yang berat, bisa diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah).

Jumlah theophylline di dalam darah bisa diukur di laboratorium dan harus dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan memberikan efek, sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama jantung abnormal atau kejang.
Pada saat pertama kali mengkonsumsi theophylline, penderita bisa merasakan sedikit mual atau gelisah. Kedua efek samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh dapat menyesuaikan diri dengan obat.
Pada dosis yang lebih besar, penderita bisa merasakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). Juga bisa terjadi insomnia (sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.

~ Corticosteroid
menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam mengurangi gejala asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap corticosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan.
Tetapi penggunaan tablet atau suntikan corticosteroid jangka panjang bisa menyebabkan:
- gangguan proses penyembuhan luka
- terhambatnya pertumbuhan anak-anak
- hilangnya kalsium dari tulang
- perdarahan lambung
- katarak prematur
- peningkatan kadar gula darah
- penambahan berat badan
- kelaparan
- kelainan mental.

Tablet atau suntikan corticosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk mengurangi serangan asma yang berat.
Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler corticosteroid karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya.
Corticosteroid per-oral (ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya jika pengobatan lainnya tidak dapat mengendalikan gejala asma.

~ Cromolin dan nedocromil
diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan.
Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk asma karena olah raga. Obat ini sangat aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala.

~ Obat antikolinergik (contohnya atropin dan ipratropium bromida)
bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah mengkonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik.

~ Pengubah leukotrien (contohnya montelucas, zafirlucas dan zileuton)
merupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan asma. Obat ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala asma).

Pengobatan untuk Serangan Asma

Suatu serangan asma harus mendapatkan pengobatan sesegera mungkin untuk membuka saluran pernafasan. Obat yang digunakan untuk mencegah juga digunakan untuk mengobati asma, tetapi dalam dosis yang lebih tinggi atau dalam bentuk yang berbeda.

Agonis reseptor beta-adrenergik digunakan dalam bentuk inhaler (obat hirup) atau sebagai nebulizer (untuk sesak nafas yang sangat berat).
Nebulizer mengarahkan udara atau oksigen dibawah tekanan melalui suatu larutan obat, sehingga menghasilkan kabut untuk dihirup oleh penderita.
Pengobatan asma juga bisa dilakukan dengan memberikan suntikan epinephrine atau terbutaline di bawah kulit dan aminophylline (sejenis theophylline) melalui infus intravena.
Penderita yang mengalami serangan hebat dan tidak menunjukkan perbaikan terhadap pengobatan lainnya, bisa mendapatkan suntikan corticosteroid, biasanya secara intravena (melalui pembuluh darah).

Pada serangan asma yang berat biasanya kadar oksigen darahnya rendah, sehingga diberikan tambahan oksigen.
Jika terjadi dehidrasi, mungkin perlu diberikan cairan intravena.
Jika diduga terjadi infeksi, diberikan antibiotik.

Selama suatu serangan asma yang berat, dilakukan:
- pemeriksaan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah
- pemeriksaan fungsi paru-paru (biasanya dengan spirometer atau peak flow meter)
- pemeriksaan rontgen dada.

Pengobatan Asma Jangka Panjang
Salah satu pengobatan asma yang paling efektif adalah inhaler yang mengandung agonis reseptor beta-adrenergik. Penggunaan inhaler yang berlebihan bisa menyebabkan terjadinya gangguan irama jantung.
Jika pemakaian inhaler bronkodilator sebanyak 2-4 kali/hari selama 1 bulan tidak mampu mengurangi gejala, bisa ditambahkan inhaler corticosteroid, cromolin atau pengubah leukotrien.Jika gejalanya menetap, terutama pada malam hari, juga bisa ditambahkan theophylline per-oral.
Pencegahan
Serangan asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari.
Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan olah raga.

Jumat, 21 Oktober 2011

Hukum Dalam Praktik Keperawatan

Pengantar Tata Hukum Indonesia
Pengertian Hukum

Hukum adalah himpunan peraturan berupa perintah & larangan yg mengurus tata tertib suatu masyarakat & karena itu harus ditaati oleh masyarakat (E.Utrecht)

Keseluruhan kumpulan peraturan & kaedah dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi (Mertkusumo S)


Fungsi Hukum
Menertibkan & mengatur pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaian masalah yg timbul

Unsur:
Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat
Sebagai sarana utk mewujudkan keadialan sosial lahir dan batin
Sumber Hukum:
Undang-undang
Kebiasaan (convention)
Putusan Hakim (Jurisprudensi)
Traktat (Treaty)
Doktrin

Tata Urutan Peraturan UU di Indonesia Ketetapan MPRS RI. No.XX/MPRS/1966
UUD 1945
Ketetapan MPR
UU & Peraturan Pemerintah Pengganti UU (PERPU)
Peraturan Pemerintah (PP)
Keputusan Presiden (KEPRES)
Peraturan Pelaksana lainnya.
Dasar Penggolongan Hukum:
Sumber : UU, Kebiasan , Traktat, Yurisprudensi, dokrin
Isi : Privat & Publik
Sifat : Memaksa & Mengatur
Bentuk : Tertulis & Tdk tertulis (Hukum adat & Kebiasaan)
Tempat : Nasional, Internasional, Asing
Hak Dalam Hukum
1. Hak Kebendaan (Hak Mutlak): Hak atas benda yang dapat dipertahankan kepada setiap orang.

2. Hak Perorangan (Hak Relatif): Hak yg hanya dapat dipertahankan pada orang tertentu.
Subjek Hukum
Sesuatu yg menurut hukum berhak/ berwenang utk melakukan perbuatan hukum (pemegang hak & kewajiban)

Terdiri atas:
Manusia
Badan Hukum
a. Publik: Negara, Pemda, Desa
b. Perdata: Perseroan terbatas, koperasi
Objek Hukum
Segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum, dan yang dapat menjadi objek suatu hubungan hukum. Biasanya objek hukum adalah benda, yaitu segala barang dan hak yang dapat dimiliki oleh subjek hukum.
Peristiwa Hukum & Perbuatan Hukum
Peristiwa Hukum : Peristiwa kemasyarakatan yang mempunyai akibat hukum
Perbuatan Hukum: Secara sengaja untuk menimbulkan hak dan kewajiban.
Sepihak : Mis: surat wasiat, hibah
Dua Pihak: Misal Jual beli, perkawinan, kontrak kerja.
Hukum Kesehatan
Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata, hukum pidana, serta hukum administrasi.
Pengertian peraturan hukum tdk hanya mencakup peraturan perundang-undangan & peraturan nasional saja, tetapi juga mencakup pedoman internasional, hukum dan kebiasan (HJJ. Leenen, 1972)
Lingkup Hukum Kesehatan
Hukum kedokteran
Hukum Perumahsakitan
Hukum tentang limbah & Polusi
Hukum tentang makanan, minuman & obat-obatan
Hukum tentang keselamatan kerja
Hukum keperawatan
Hukum lingkungan
Hukum Kesehatan di RS





Hukum Keperawatan
Hukum Perumah sakitan
Hukum Kedokteran

Fungsi kedokteran, keperawatan & perumahsakitan meskipun berbeda satu sama lain namun sulit dipisahkan secara tegas, sehingga muncul persoalan “Grey area” yg sering menjadi penyulit pada saat penyelesaian masalah tuntutan hukum yg terjadi di RS.

UU RI No. 23/TH 1992 Tentang Kesehatan
Pasal 32, Ayat…………
2 : Penyembuhan peny & pemulihan Kes dilakukan dgn pengobatan &/atau prwtn.
3 : P’obatan &/atau prwtn dpt dilkkn b’dsrkan ilmu kedokteran & ilmu keperawatan atau cara lain yg dpt dip’tg jawabkan.
4 : Pelaksanaan p’obatan &/atau prwtn b’dsrkan ilmu kedokteran atau ilmu kep hanya dpt dilakukan oleh tenaga kes yg mempunyai keahlian & kewenangan di bidang itu

5 : Pemerintah m’lkkn pembinaan & p’awasan thdp pelaksanaan pengobatan &/atau prwtn.

Pasal 50
1 : Tenaga kes bertugas m’nyelenggarakan & m’lkkn keg kes sesuai dgn bidang keahlian &/ atau kewenangan tenaga kes yg bersangkutan.



Pasal 53
1 : Tenaga kes berhak memperoleh perlindungan hukum dlm m’laksanakan tugas sesuai dgn profesinya.
2 : Tenaga Kes dlm m’laksanakan tugasnya berkewajiban utk mematuhi standar profesi & menghormati hak-hak pasien
4 : Ketentuan mengenai standar profesi & hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dlm ayat 2 ditetapkan dgn peraturan pemerintah.


Pasal 54

1 : Thdp tenaga kes yg mlkkn kesalahan atau kelalaian dlm melaksanakan profesinya dpt dikenakan tindakan disiplin.
2 : Penentuan ada tdknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud pd ayat 1 ditentukan oleh Majlis disiplin tenaga kesehatan



Pasal 55

1 : Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yg dilakukan oleh tenaga kesehatan

2 : Ganti rugi sebagaimana dimaksud dlm ayat 1 dilaksanakan sesuai dgn peraturan perundang-undangan yg berlaku.



Pasal 73
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yg berkaitan dgn prnyelenggaraan upaya kesehatan.

Pasal 77
Pemerintah berwenang mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan &/ atau sarana kesehatan yg melakukan pelanggaran thdp ketentuan undang-undang ini.

Implikasi UU RI No. 23/TH 1992 Tentang Kesehatan
Kep dpt menyembuhkan penyakit & memulihkan kesehatan
Kep diakui sebagai ilmu pengetahuan
Perlu aplikasi standar profesi bagi perawat
Perlu aplikasi ada pengaturan tentang kewenangan perawat
Hak-hak klien hrs dihormati & selalu menjadi fokus perhatian setiap perawat

Sambungan………….

6. Setiap perawat b’tg jwb & b’ tg gugat atas tindakannya.
7. Melekat kewajiban pd perawat utk senantiasa menjaga keahliannya agar selalu berada pd tingkatan yg aman bagi kliennya.


Sambungan………..


Implikasi Terkait Aspek Legal
Resiko terjadi gugatan malpraktik pd perawat karena faktor kelalaian atau kesengajaan
Perlu ada upaya perlindungan hukum bagi perawat, oleh organisasi profesi/RS/LBH/ asuransi dsb.

Jumat, 14 Oktober 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CHOLELITHIASIS (BATU EMPEDU)

                                                     Laporan Pendahuluan




I.       Pengertian :
a.       Batu saluran empedu : adanya batu yang terdapat  pada sal. empedu (Duktus Koledocus ).
b.      Batu Empedu(kolelitiasis) : adanya batu yang terdapat pada kandung empedu.
c.       Radang empedu (Kolesistitis) : adanya radang pada kandung empedu.
d.      Radang saluran empedu (Kolangitis) : adanya radang pada saluran empedu.

II.    Penyebab:
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein.
Macam-macam batu yang terbentuk antara lain:
1.      Batu empedu kolesterol, terjadi karena : kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi empedu.
     Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:
·         Infeksi kandung empedu
·         Usia yang bertambah
·         Obesitas
·         Wanita
·         Kurang makan sayur
·         Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol
2.  Batu pigmen empedu , ada dua macam;
·         Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi
·         Batu pigmen coklat  :  bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi
3. Batu saluran empedu
Sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah vateri. Ada dugaan bahwa kelainan anatomi atau pengisian divertikula oleh makanan akan menyebabkan obstruksi intermiten duktus koledokus dan bendungan ini memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan batu.

III. Pathofisiologi :
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran empedu lainnya.
Faktor predisposisi yang penting adalah :
·         Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu
·         Statis empedu
·         Infeksi kandung empedu
Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting  pada pembentukan batu empedu. Kolesterol yang berlebihan akan mengendap dalam kandung empedu .
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi  progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal khususnya selama kehamilan dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam  saluran empedu dapat memegang peranan sebagian  pada pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi. Infeksi lebih sering sebagai akibat pembentukan batu empedu dibanding infeksi yang menyebabkan pembentukan batu.

IV. Perjalanan Batu
Batu empedu asimtomatik dapat ditemukan secara kebetulan pada pembentukan foto polos abdomen dengan maksud lain. Batu baru akan memberikan keluhan bila bermigrasi ke leher kandung empedu (duktus sistikus) atau ke duktus koledokus. Migrasi keduktus sistikus akan menyebabkan obstruksi yang dapat menimbulkan iritasi zat kimia dan infeksi. Tergantung beratnya efek yang timbul, akan memberikan gambaran klinis kolesistitis akut atau kronik.

Batu yang bermigrasi ke duktus koledokus dapat lewat ke doudenum atau tetap tinggal diduktus yang dapat menimbulkan ikterus obstruktif.

V.    Gejala Klinis
Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut.

GEJALA AKUT
GEJALA KRONIS
TANDA :
1.      Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme
2.      Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada kwadran kanan atas
3.      Kandung empedu membesar  dan nyeri
4.      Ikterus ringan

TANDA:
1.      Biasanya tak tampak gambaran pada abdomen
2.      Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas
GEJALA:
1.      Rasa nyeri (kolik empedu) yang
Menetap
2.      Mual dan muntah                   
3.      Febris (38,5°°C)

GEJALA:
1.      Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat : abdomen bagian atas (mid epigastrium), Sifat : terpusat di epigastrium menyebar ke arah skapula kanan
2.      Nausea dan muntah
3.      Intoleransi dengan makanan berlemak
4.      Flatulensi
5.      Eruktasi (bersendawa)



VI. Pemeriksaan penunjang
Tes laboratorium :
1.      Leukosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).
2.      Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
3.      Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).
4.      Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi  sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin  K.(cara Kapilar : 2 - 6 mnt).
5.      USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya batu empedu dan distensi saluran empedu  ( frekuensi sesuai dengan prosedur diagnostik)
6.      Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum.
7.      PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk menentukan adanya batu dan cairan pankreas.
8.      Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim billiar.
9.      CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu, obstruksi/obstruksi joundice.
10.  Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran pada saluran atau pembesaran pada gallblader.


Daftar Pustaka :

1.      Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P: 586-588.
2.      Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa AdiDharma, Edisi II.P: 329-330.
3.      Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1993.P: 523-536.
4.      D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, W. B. Saunders Company, Philadelpia, 1991.
5.      Sutrisna Himawan, 1994, Pathologi (kumpulan kuliah), FKUI, Jakarta 250 - 251.
6.      Mackenna & R. Kallander, 1990, Illustrated Physiologi, fifth edition, Churchill Livingstone, Melborne : 74 - 76.



















VII.          Pengkajian
1.      Aktivitas dan istirahat:
·         subyektif : kelemahan
·         Obyektif  : kelelahan
2.      Sirkulasi :
·         Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
3.      Eliminasi :
·         Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces
·         Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atas, urine pekat .
4.      Makan / minum (cairan)
Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit.
·         Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.
·         Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.
·         Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).
·         Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.
Obyektif :
·         Kegemukan.
·         Kehilangan berat badan (kurus).
5.      Nyeri/ Kenyamanan :
Subyektif :
·         Nyeri abdomen menjalar  ke punggung sampai ke bahu.
·         Nyeri apigastrium setelah makan.
·         Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.
Obyektif :
Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).
6.      Respirasi :
Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.
7.      Keamanan :
Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung perdarahan ( defisiensi Vit K ).
8.      Belajar mengajar :
Obyektif : Pada keluarga juga pada kehamilan cenderung mengalami batu kandung empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan / peradangan pada saluran cerna bagian bawah.

Prioritas Perawatan :
a.       Meningkatkan fungsi pernafasan.
b.      Mencegah komplikasi.
c.       Memberi informasi/pengetahuan tentang penyakit, prosedur, prognosa dan pengobatan

Tujuan Asuhan Perawatan :
a.       Ventilasi/oksigenasi yang adekwat.
b.      Mencegah/mengurangi komplikasi.
c.       Mengerti tentang proses penyakit, prosedur pembedahan, prognosis dan pengobatan

Diagnosa Perawatan:
A.    Pola nafas tidak efektif sehubungan dengan nyeri, kerusakan otot, kelemahan/ kelelahan, ditandai dengan :
·         Takipneu
·         Perubahan pernafasan
·         Penurunan vital kapasitas.
·         Pernafasan tambahan
·         Batuk terus menerus

B.     Potensial Kekurangan cairan sehubungan dengan :
·         Kehilangan cairan dari nasogastrik.
·         Muntah.
·         Pembatasan intake
·         Gangguan koagulasi, contoh : protrombon menurun, waktu beku lama.

C.     Penurunan integritas kulit/jaringan sehubungan dengan 
·         Pemasanagan drainase T Tube.
·         Perubahan metabolisme.
·         Pengaruh bahan kimia (empedu)
  ditandai dengan :
·         adanya gangguan kulit.

D.    Kurangnya pengetahuan tentang prognosa dan kebutuhan pengobatan, sehubugan dengan :
·         Menanyakan kembali tentang imformasi.
·         Mis Interpretasi imformasi.
·         Belum/tidak kenal dengan sumber imformasi.
            ditandai :  . pernyataan yang salah.
                              . permintaan terhadap informasi.
                              . Tidak mengikuti instruksi.

Daftar Pustaka :

7.      Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P: 586-588.
8.      Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa AdiDharma, Edisi II.P: 329-330.
9.      Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1993.P: 523-536.
10.  D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, W. B. Saunders Company, Philadelpia, 1991.
11.  Sutrisna Himawan, 1994, Pathologi (kumpulan kuliah), FKUI, Jakarta 250 - 251.
12.  Mackenna & R. Kallander, 1990, Illustrated Physiologi, fifth edition, Churchill Livingstone, Melborne : 74 - 76.

Asuhan keperawatan :
I.       Indentitas klien :
·         Nama :Tuan IL , 38 tahun, laki-laki.
·         Alamat : Jalan Makmur, Bekasi.
·         Status : Kawin.
·         Agama : Islam
·         Pendidikan : SMP
·         Pekerjaan : Pedagang.
·         Suber informasi : Klien dan istri.
·         Tanggal masuk RS : 29 April 1998.
·         Diagnosa Masuk : Kolangitis, Kolesistitis, Kolelitiasis.

II.    Status Kesehatan saat ini :
Alasan kunjungan/ keluhan utama : 1 bulan sebelum masuk RS. Klien merasa nyeri perut kanan atas, nyeri tidak menjalar, nyeri bila menarik nafas, nyeri seperti ditusuk. Panas naik turun hingga menggigil, bila nyeri klien menjadi sesak. selama di rumah diberikan obat promag keluhan hilang tetapi hanya sementara. sehari sebelum masuk RS dirasa nyeri timbul lagi shg klien.

III. Riwayat Kesehatan yang lalu : Pada usia 12 tahun klien pernah bengkak diseluruh tubuh dan tidak pernah berobat, sembuh sendiri. belum pernah operasi dan dirawat di RS, tak ada alergi terhadap makanan dan obat-obatan , Klien merokok 1/2 bungkus per hari dan minum kopi 2x sehari. Kien terbiasa minum obat sendiri bila sakit tak pernah berobat ke dokter atau ke puskesmas . Frehuensi makan 3x sehari , berat badan waktu masuk ke RS 50 kg. makanan yang disukai supermi, Tak ada makanan yang  pantangan. sedangkan makanan yang tidak disukai adalah gorengan dan makanan yang mengandung santan. nafsu makan baik. Frekuensi bab 1 x sehari konsistensi padat, sedangkan kencing rata-rata 6 x sehari, tak ada keluhan dalam eliminasi. klien tidak terjadwal dalam memenuhi pola istirahat dan tidur, kadang-kadang sampai pk. 23.00 Kegiatan waktu luang membuat meja dan kursi. Klien hidup bersama seorang istri dan 4 orang anaknya, 2 orang laki-laki dan 2 orang perempuan.

IV. Riwayat lingkungan
Kebersihan,lingkungan cukup, kondisi rumah luas, dengan enam kamar, tinggal dirumah dengan lingkungan yang ramai (padat bukan karena polusi atau kendaraan bermotor).

V.    Aspek PsikoSosial :
Pola pikir sangat sederhana karena ketidaktahuan informasi dan mempercayakan sepenuhnya dengan rumah sakit. Klien pasrah terhadap tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit asal cepat sembuh.  Persepsi diri baik, klien merasa nyaman, nyeri tidak timbul sehubungan telah dilakukan tindakan cholesistektomi. Hubungan klien dan perawat baik, akomodatif, dengan bahasa indonesia yang cukup baik. Klien tidak mengeluh tentang biaya pengobatan/perawatan karena klien sudah menyiapkan sebelum masuk rumah sakit. Klien beragama Islam, sholat lima wakt, hanya kadang-kadang ia lakukan.  Dirumah sakit klien tidak sholat karena menurutnya ia sakit.

Pengkajian Fisik :
1.      Aktivitas/istirahat:
Klien merasakan lemah, mobilisasi duduk, merasa sakit pada lokasi drain bila posisi berubah dari berbaring ke duduk. Sore tidur 2 jam, malam tidur mulai jam 10.00. Kadang-kadang terganggu oleh keramaian pasien lain.
2.      Sirkulasi :
Sinus normokardia, suhu subfebris 37,5  c , Denyut nadi :90 kali permenit.
3.      Eliminasi
Klien bab 1 kali sehari, konsistensi lembek, warna kuning, jumlah urine 1500 cc/24 jam.
4.      Makan/minum ( cairan )
·         Sering regurgitasi, keluar cairan kurang lebih 200 cc/24 jam
·         Diet cair (DH I) dihabiskan , 1200 kalori dalam 900 cc /24 jam
·         Minum air putih 1500 cc/24 jam
·         Peristaltik normal  (20 30 kali/menit)
·         Selama tujuh hari  intake scara parenteral , yaitu amilase dan RD
·         tidak kembung
·         Klien tampak kurus  (BB: 47,7Kg)
5.      Nyeri/Kenyamanan
Tidak timbul rasa nyeri, hanya kadang-adang sakit, pada waktu perubahan posisi dari baring ke duduk.
6.      Respirasi :
·         Respirasi normal : 20 kali /menit
·         Klien merasa nyaman bernafas bila duduk.
7.      Keamanan :
·         Suhu klien 37,5 C (subfebris)
·         Sklera tampak icterik, kulit agak kering
·         Tampak plebitis (kemerahan) pada bekas infus dilengan kiri dan kanan
8.      Klien telah dilakukan operasi Cholecistektomi tanggal 30 April 1998. Sekarang ia mengalami perawatan hari ke delapan . Terpasang drainase T. Tube, produksi cairan hijau pekat 500cc/24 jam

Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan laboratorium tanggal 29 April 1998 :
·         H B . 10,7   (13-16)
·         Hematokrit : 31  ( 40 - 48 )
·         Leukosit  : 154.00   ( 50,00 - 100,00)
·         Trombosit : 328,00    ( 200.00 - 500.00)
·         Bilirubin Direck  : 6,1  ( </= 0,4)
·         Bilirubin Indireck : 1,8  (</= 0,6)
·         Bilirubin total  :7,9     (0,3  -  1,0)
·         Protein total  : 5,7   ( 6 - 7,8 )
·         Albumin  :2,7    ( 4 - 5,2)
·         Globulin  : 3,0   (1,3 - 2,7 )
·         Amilase   darah :108  (17 - 115)
·         SGOT    : 70     ( < 37), SGPT   : 58  (< 41 )
·         Natrium darah  :132    (135 - 147)
·         kalium darah     :3,2      (3,5 - 5,5 )
·         Klorida darah     : 105    (100 - 106)
2.      Pemeriksaan Diagnostik lain:
·         Ultrasonografi tanggal: 24 April l998
Kesan:Batu pada CBD yang menyebabkan  obstruksi
           Cholesistitis
·         Cholesistografi tanggal 29 April 1998
      Hasil : Tampak selang T-tube setinggi Thoracal XII kanan
3.  Elektro kardiografi tanggal: 28 April 1998
      Hasil : SR, QRS rate 60/menit
                 ST, T Changes negatif
4.  Cholesistektomy, 29 April 1996 :
·         keluar pus 10 cc, di kultur belum ada hasil
·         ekstrasi batu, keluar batu besar dan kecil dan lumpur.
·         dipasang T-tube dan CBD  (Commond Bile Duct)

Pengobatan :
·         2 x 1 gr Cefobid (IV)
·         1 x 2 cc Vit B Comp (IM)
·         1 x 200 mg Vit. C (IV)

Persepsi klien terhadap penyakitnya :
Klien merasa optimis untuk sembuh dengan upaya pembedahan dan saat ini tidak merasakan sakit atau nyeri seperti sebelum operasi.

Kesan perawat terhadap klien :
Klien koperatif dan komunikatif, dan mempunyai motivasi untuk sembuh

Kesimpulan :
Dari data yang didapatkan dapat disimpulkan masalah yang ada saat ini adalah:
1.      Potensial gangguan keseimbangan cairan
2.      Gangguan integritas kulit
3.     Kurangnya pengetahuan tentang penyakit prognosis dan program pengobatan



NAMA KLIEN           :                                                                       ASUHAN KEPERAWATAN                                             
BANGSAL/TEMPAT:                                                                                                                                                                                                                                                        MATA AJARAN :  KMB
No
DIAGNOSA PERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
IMPLEMENTASI
EVALUASI
 1.
Potensial gangguan keseimbangan cairan sehubungan dengan :
·         Kehilangan cairan dr nasogatric.
·         Muntah                  
·         Gangguan koagulasi darah : protrombin menurun, waktu beku lama.
Data Subyektif :

Data Obyektif :
·         Muntah 200 cc
·         Diit cair : DiitHepar I 900 cc
·         Plebitis positf bekas infus pada tangan kiri.
·         T-tube : keluar cairan 200 cc, warna hijau keruh
·         Suhu 37,5  C
·         Turgor kulit sedikit menurun
·         Mukosa mulut baik
·         Hb : 10,7 gr%
·         Ht  : 31 gr/dl
·         Natrium : 132 meq/L
·         Kalium : 3,2 meq/L
·         Chlorida : 105 meq/L
Menunjukkan keseimbangan cairan yg adekuat, ditandai dengan :
·         Selaput membran yg lembab.
·         Turgor kulit baik.
·         Urine normal 1500 cc/24 jam    
·         Out put normal, tdk ada muntah.

1.       Monitor intake & output,  drainase dari T-tube, dan luka operasi. Timbang BB secara periodik    











2.       Monitor tanda vital,  kaji mukosa membran, tur-gor kulit, nadi perifer.



3.       Observasi tanda perda-rahan contoh: hemate-mesis, ptekie, ekimosis



4.       Gunakan jarum injeksi yang kecil dan tekan bekas tusukan  dalam waktu yang lama

5.       Gunakan sikat gigi yang lembut

KOLABORASIi :
6.       Monitor hasil pemeri-ksaan Hb, elektrolit, pro-trombin, Cloting time dan bleeding time 

7.       Berikan cairan intra-vena, produksi darah sesuai dengan indikasi

8.       Berikan cairan elektrolit


9.       Beri Vitamin K (IV)




1.       Memberikan imformasi ttg kebutuhan & fungsi organ tubuh. Khususnya cairan empedu yang keluar 200 - 500 ml, penurunan cairan empedu yang masuk ke intestine.  Keluarnya cairan empedu terus menerus dalam jumlah yg banyak, menandakan adanya ob-struksi, kadang - kadang adanya fistula pd empedu. Indikasi yg adekuat pada volume sirkulasi /perfusi.

2.       Protrombin menurun dan terjadi waktu pembekuan lama ketika adanya ob struksi saluran empedu. Meningkat pada resiko perdarahan.
3.       Mengurangi trauma, resiko perdarahan / hematom




4.       Menghindari trauma dan perdarahan gusi



5.       Memberikan informasi volu me sirkulasi , keseimbangan elektrolit dan faktor pem bekuan darah
6.       Mempertahankan volume sirkulasi yang adekuat dan mengembalikan faktor pembekuan yang adekuat

7.       Mengoreksi hasil dari ketidak seimbangan dari pengeluaran gastrik dan luka
8.       volume sirkulasi & mem-perbaiki ketidak seimba-ngan.
9.       Meningkatkan atau mem- percepat proses pem- bekuan.






1.       Memonitor dan mencatat intake cairan atau minum ,output dari T-tube, perda rahan luka operasi dan urine.










2.       Mengobservasi tanda vital Tekanan darah, denyut nadi, suhu, dan respirasi, turgor dan mukosa mem-bran.

3.       Melakukan observasi ada nya perdarahan pd daerah luka operasi, ple-bitis / hematom pada bekas pemasangan infus di lengan.
4.       Memberikan suntikan dgn jarum kecil  dan menekan bekas tusukan kurang lebih 5 menit.

5.       Menganjurkan klien untuk menggosok gigi dengan sikat gigi yang lembut

6.       Melakukan pemganbilan darah untuk pemeriksaan : albmin, globulin, Hb, Ht, Lekosit, trombosit, Na,K, Cl.

7.       Infus amilase dan RD telah dilepas satu hari yang lalu (30 April 1996)

8.       Tidak diberikan karena tidak ada indikasi

9.       Tidak diberikan karena klien tidak dapat terapi tersebut 

Tgl 1 Mei 1996
S : Klien masih me rasa mual , sang- gup mengosok gigi dan berkumur.
O : Klien muntah  50 cc . Turgor kulit membaik, Intake :2500 cc, output 1500 cc, IWL 600 cc, T-tube 200 cc,Balance cairan -200 cc. TD: 120/80 mmHg, Nadi : 88x/menit, Suhu: 37.5 C, RR : 20x/menit,  ple bitis pada tangan kiri bekas pengam bilan darah dan infus
A: Klien masih me merlukan penga wasan dalam ke seimbangan cai ran
P: Intervensi tetap diteruskan sambil observasi intake dan out put dan tanda-tanda vital. Sambil menunggu hasil laboratorium yang lain.


2.


Penurunan integritas kulit atau jaringan sehubu ngan dengan :
·         Pemasangan drai-                                                                                                                                                      nase (T-tube)
·         Perubahan metabo-lisme.
·         Pengaruh bahan kimia (empedu)
Ditandai adanya gang-guan kulit :
Data Subyektif :
·         Klien mengatakan : Kapan selang saya dicabut dan lukanya dapat capat sembuh karena ingin mandi bebas selama ini hanya dilap dgn whaslap.
·         Banyak berkeringat & membuat badan tdk enak & gatal-gatal.
·         Posisi tidur tdk enak krn ada luka operasi & selang.
·         Matanya masih kuning tapi sudah berkurang dr sebelumnya.
Data Obyektif :
·         Masih terpasang T-tube difiksasi ke tempat tidur.
·         Jumlah cairan empe du yg keluar 200cc.
·         Badan masih ikterus terutama sklera mata.
·         Posisi tidur/ istirahat semifowler dan ber sandar di tempat tidur diganjal dgn bantal.
·         Luka Operasi tdk tampak tanda-tan da infeksi.
·         Terapi 2 x 1gram Ce fobit (IV).
·         Lab Hasil bilirubin tgl 30-4-96. meningkat.
·         Klien imobolisasi su dah 7 hari


Adanya pemulihan lu- ka tanpa komplikasi
Kriteria:
Perilaku yg meningkat terhadap pemulihan luka




1.       Cek T-tube dan luka insisi, upayakan agar aliran bebas/lancar .







2.       Observasi warna dan sifat drainase. Gunakan ostotomi bag yang disposible






3.       Pertahankan posisi selang drainase tube di tempat tidur

4.       Atur posisi  semi fowler


5.       Observasi sedakan,   distensi abdomen, peritonitis dan pankreatitis





6.       Ganti pakaian klien, higiene kulit, disekitar luka insisi.



7.       Observasi perubahan warna kulit sclera dan urin

KOLABORASI :
1.       Beri antibiotik sesuai indikasi.
2.       lakukan penghentian T tube secara berkala mencoba slang saluran empedu sebelum di-angkat
3.       Siapkan pembedahan bila diperlukan.


4.       Monitor hasil lab: Contoh : Leukosit









1.       Pemasangan T-tube di CBD selama 7 - 10 hari untuk mengeluarkan sisa-sisa batu. Tempat insisi untuk mengeluarkan sisa-sisa cairan pada empedu. Koreksi posisi untuk mencegah cairan kembali ke empedu.

2.       Drainase berisi darah dan sisa darah, secara normal berubah warna hijau tua (warna empedu) sesudah beberapa jam pertama. Ostotomi mungkin digunakan untuk mengumpulkan cairan dan melindungi kulit

3.       Mempertahankan lepasnya selang atau pembentukan lumen

4.       Mempermudah aliran em pedu

5.       Lepasnya T-tube dapat menyebabkan iritasi dia fragma atau komplikasi yg serius jika saluran empedu masuk ke dalam perut atau sumbatan pada salu ran pankreas


6.       Menjaga kebersihan kulit disekitar insisi dapat mening katkan perlindungan kulit ter hadap ulserasi.


7.       Perkembangan ikterik dpt diindikasikan sebagai ob- struksi sal. empedu.


·         Untuk mengurangi infeksi atau abses
·         Untuk mengetes kemam- puan saluran CBD sebelum T tube diangkat.


·         Tindakan insisi atau dra inase/fistulektomi dilakukan untuk mengobati abses atau fistula.
·         Peningkatan leukosit seba
gai gambaran adanya proses imflamasi contoh abses atau terjadinya peritonitis/pankeatitis.





1.       Dressing luka insisi tiap pagi dan atur posisi drain agar tetap lancar







2.       Melakukan observasi war-na, jumlah cairan drainase.








3.       Mencek posisi selang dan memfiksasi selang drainase ditempat tidur

4.        Mengatur klien posisi semi fowler dan posisi duduk

5.          Mengobservasi adanya sedakan, distensi abdomen, peritonitis dan pankreatitis





6.       Mengganti pakaian tiap pagi dan sore, bersama istri klien membersihkan kulit dengan sabun dan air.


7.       Melakukan observasi ter hadap kulit, sclera mata dan warna urin.


·         Memberikan injeksi Cefobit  1 gram (IV) jam 08.00 pagi.
·         Melakukan klem pada slang saluran empedu



·         Tindakan tidak dilakukan sebab tidak ada indikasi.


·         Melakukan pengambilan untuk pemeriksaan peme riksaan leukosit.
tanggal 1`mei 96.
S: Kliem mengatakan masih merasa terganggu dgn adanya drain t-tube, sudah dpt istirahat/tidur dgn posisi semofowler.
O: Mandi 2x sehari dibantu istri menggunakan sabun & sikat gigi yg lembut. menggunakan bedak/powder utk tubuh, baju bersih & kering, dapat tidur siang selama 2 jam dgn posisi semifowler, luka operasi/daerah pemasangan drain tdk ada tanda infeksi & balutan dlm keadaan bersih & kering. Lingkungan klien (tempat tidur) dalam keadaan bersih dan rapih. Injeksi antibiotik 1 gram Cefobit sudah diberikan.
Hasil lab. ulang belum ada.
A: Masalah penurunan integritas kulit masih ada.
P : Lanjutkan intervensi terutama pertahankan/tingkatkan personal higiene , tingkatkan mobilisasi/jalan sesuai kemampuan.



3.


Kurang pengetahuan tentang kondisi prog nosa dan kebutuhan pengobatan, sehubu ngan dgn : menanya kan kembali ttg imfor masi, menanyakan kem bali informasi, belum /tidak kenal dengan sumber imformasi ditan- dai :
·         Pernyataan yang salah.
·         Permintaan thd im- formasi.
·         Tidak mengikuti ins- truksi.
Data subyektif :
·         klien menyatakan bahwa tdk mengerti ttg proses penyakit, prosedur pembe-dahan & pengoba-tan karena tdk ada yg memberi tahu, dan dokter memberi tahu bahwa saya harus operasii.


·         Secara verbal me ngerti akan proses penyakit, pengoba tan dan prognosis pembedahan.
·         Melakukan koreksi thd prosedur yang penting & menjelaskan reaksi dr tindakan.
·         Menilai perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pengobatan


1.       Kaji ulang  pada klien ttg pengetahuan  pro- ses penyakit , prosedur pembedahan , prog- nosa.

2.       Ajarkan perawatan insisi atau membersihkan luka .


3.       Anjurkan agar aliran T Tube dikumpul;kan dlm kantong dan catat pengeluarannya.


4.       Pertahankan diit rendah lemak selama ± 4 - 6 bulan.




5.       Hindari alkohol,


6.       Anjurkan klien utk men-catat dan menghindari makanan yg dpt me-nyebabkan deare.




7.       Identifikasi tanda/ gejala : urine keruh, warna kuning pada mata/kulit, warna feses.

8.       Kaji ulang keterbatsan aktifitas, tergantung situasi individu.


1.       beri pengetahuan dasar pada klien sehingga klien dapat memilih imformasi yang dibutuhkan.


2.       Akan mengurangi ketergan ungan dalam perawatan, dan menurunkan resiko kom likasi. (infeksi, obstruksi empedu)
3.       Menurunkan resiko aliran balik pada slang T-tube. Memberi informasi ttg kembalinya edema saluran/ fungsi saluran.

4.       Selama enam bulan setelah pembedahan  bo-leh sedikit diberikan rendah makanan rendah lemak utk memberikan rasa nyaman karena ggn sistim pencernaan lemak.
5.       Meminimalkan resiko terja- dinya penkreatitis

6.       Pembatasan diityang pasti mungkin dapat menolong misalnya dgn diit rendah lemak. Sesudah periode pemulihan pasien tdk me-ngalami masalah yg ber-hubungan dgn makanan.

7.       Merupakan indikai sumba-tan saluran empedu/ ggn degestif, dpt digunakan utk evaluasi & intervensi

8.       Kebiasaan aktifitas dapat dimulai lagi secara normal dalam waktu 4 - 6 minggu




1.       Menanyakan seberapa jauh klien mengetahui ttg proses penyakit, prosedur pembedahan serta prog-nosa.

2.       Menganjurkan klien untuk menjaga balutan luka agar tetap bersih dan kering.

3.       Menganjurkan klien untuk mencatat pengeluaran cairan yang terkumpul di kantong T tube.


4.       Memberitahu pasien agar 4 - 6 bulan diberi diit rendah lemak.




5.       Menganjurkan klien utk tidak minum alkohol.

6.       Melakukan diskusi dengan klien dan keluarga utk menghindari makanan yg dpt menimbulkan deare.




7.       Memberitahu utk mengi-dentifikasi & mencatat tan-da & gejala : urin keruh, warna kuning pada mata dan kulit & warna feses.
8.       Menganjurkan klien utk membatasi aktifitas selama 4 - 6 minggu
Tgl 1 mei 1996

S :Klien menga-takan bahwa telah mengerti ttg pro-ses penyakit & prosedur pembe-dahan yg telah dilakukan, klien sanggup utk men-jaga luka tetap bersih & kering, klien sanggup me-ngikuti diit lemak & tdk merokok.& tdk akan minum al kohol.
O:Kien dapat menyebutkan atau menjawab dengan benar : operasi tujuannya utk mengeluarkan batu empedu, dipasang drain utk mengeluarkan cairan sisa -sisa operasi, posisi se-mifowlwer/duduk agar cairan keluar lancar, suntikan agar lukanya capat sembuh. Balutan luka ke-ring, urine kuning , mata sedikit ikte-rus feses lembek kuning.
A: Pengetahuan kli en ttg. peny, pe nyebab, prognosa , faktor resiko yg terjadi.
P :lanjutkan Inter-vensi nomor 4, 5, 7, 8 ,9. diteruskan. Dischart planing :
1.       Diit rendah le-mak (kola-borasi).
2.       Mengurangi aktifitas sesuai anjuran 4 - 6 bln.
3.       Control teratur